Halaman

Thursday, September 28, 2017

NIAT DI DALAM SHOLAT



Niat di dalam solat ada tiga tingkatan :

(1).Apabila di dalam solat fardhu,maka seseorang wajib dalam niatnya 3 hal :Yaitu 
1.Qosdu fi'li :bertujuan melaksankan solatnya, 
2.Menta'yin/menjelaskan solat apa yang akan ia laksanakan.
3.Meniatkan fardhunya
Contohnya:USOLI FARDHO DZUHRI 
"Saya Niat Solat Fardhu Dzuhur"

(2).Apabila di dalam solat sunnah yang mempunyai waktu seperti solat sunnah rowatib(Ba'diya/Qobliyah) atau di solat sunnah yang memiliki sebab seperti solat sunnah istisqo' atau solat gerhana,maka wajib 2 hal :1.Qosdu fi'li:Bertujuan melaksanakan solatnya,
2.Ta'yin:Menjelaskan solatnya
Contoh:USOLI QOBLIYATAL MAGRIB / USOLI SUNATA DUHA
"Saya niat solat qobliyah magrib/ Saya niat solat dhuha"

(3).Apabila di dalam solat sunnah mutlaq:Maka cuma wajib satu hal yaitu; Qosdu Fi'li :Bertujuan melaksanakan solatnya

1.QOSDU FI'LI : Adalah Lafazd yang menunjukan kita akan melaksanakan solat ,Seperti lafazd USOLI yang artinya saya akan mengerjakan solat.
2.TA'YIN :Adalah Menjelaskan solat apa yang akan di laksanakan ,seperti solat dhuhur atau asar
3.FARDIYAH:Adalah lafadz FARDHU seperti usoli FARDHO dzuhri

Wallahu'alam.....

Saturday, September 23, 2017

*KEUTAMAAN AMALAN PUASA BULAN MUHARRAM*


Oleh : Buya Yahya
(Pengasuh LPD Al-Bahjah)

Bulan Muharrom adalah salah satu dari empat bulan mulia yang disebutkan dalam Al-Quran. Amalan yang di anjurkan adalah semua amalan yang di anjurkan di bulan lain sangat di anjurkan di bulan ini, hanya saja ada amalan yang sangat dianjurkan secara khusus di bulan ini yaitu :

1. Puasa tanggal 10 yang disebut dengan puasa ‘Asyuro, seperti yang telah disebutkan dalam hadits :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( هَذَا يَوْمُ عَاشُورَاءَ وَلَمْ يَكْتُبْ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ وَأَنَا صَائِمٌ فَمَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ )

Rosulullah SAW bersabda : “Ini (10 Muharrom) adalah hari ‘Asyuro dan Allah tidak mewajibkan puasa atas kalian dan sekarang aku berpuasa, maka siapa yang mau silahkan berpuasa dan siapa yang tidak mau silahkan berbuka (tidak berpuasa) “ (Bukhori :1899 dan Muslim : 2653)

2. Dengan pahala akan diampuni dosa tahun yang lalu :

صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاء، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

“ Dari Abu Qatadah -radhiyallahu ‘anhu-, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari ‘Asyura. Beliau menjawab, “(Puasa tersebut) Menghapuskan dosa satu tahun yang lalu “. (Muslim : 2746).

3. Sangat dianjurkan untuk ditambah agar bisa berpuasa di hari yang ke-Sembilan, seperti yang telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

عَنْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ حِيْنَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berpuasa di hari ‘Asyura’ dan memerintahkan (perintah sunnah) manusia untuk berpuasa, para sahabat pun berkata, ‘Ya Rasulullah! Sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, ‘Apabila datang tahun depan Insya Allah kami akan berpuasa pada tanggal 9 (Muharram). Berkata Abdullah bin Abbas “ Belum sempat tahun depan tersebut datang, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.” ( Muslim : 1134/2666)

4. Lebih bagus lagi jika ditambah hari yang ke-Sebelas seperti disebutkan dalan sebuah riwayat dari sahabat Abdullah ibn Abbas :

صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاء، وَخَالِفُوا اليَهُودَ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا

“Berpuasalah kalian pada hari ‘Asyuro` dan berbedalah dengan orang Yahudi, (yaitu) berpuasalah kalian sehari sebelumnya atau sehari setelahnya” (Ibnu Khuzaimah: 2095).

5. Lebih dari itu berpuasa disepanjang bulan Muharom adalah sebaik baik bulan untuk puasa seperti disebutkan oleh Rasulullah dalam hadits yang disebutkan Imam Muslim :

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ اْلمُحَرَّمِ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

”Sebaik baik puasa setelah bulan Ramadhan adalah puasa di bulan Muharom, dan sebaik-baiknya sholat setelah sholat fardhu adalah Sholat malam” (Muslim No: 2755).

Kesimpulannya :
1) Bahwa puasa sepanjang bulan Muharrom adalah puasa yang sangat dianjurkan seperti disebutkan dalam Hadits tersebut di atas.
2) Sebaik-baik hari dari bulan Muharom tersebut adalah tanggal 10 Muharrom.
3) Dan setelah 10 Muharrom akan menjadi lebih baik lagi jika ditambah dengan tanggal 9 (sembilan) seperti yang disebutkan dalam hadits tersebut di atas.
4) Dan akan lebih baik lagi jika ditambah dengan sehari di tanggal 11 untuk berbeda dengan orang Yahudi dan Nasrani.
5) Dan untuk lebih baiknya lagi adalah menambah hari di sepanjang bulan Muharrom hingga sempurna.

Catatan Penting :
– Berpuasa penuh sepanjang bulan Muharrom adalah sunnah, seperti disebutkan dengan sangat jelas dalam hadits Nabi SAW tersebut di atas
Wallohu a’lam bishshowab

Friday, September 22, 2017

ANALISIS TRADISI “BUKA LUWUR” BERDASARKAN TEORI FUNGSIONAL


I. PENDAHULUAN
Saat ini, para ahli kebudayaan mengungkapkan keprihatinannya terhadap sejumlah warisan budaya masa lalu yang sedikit demi sedikit mulai terkena dampak dari globalisasi, yaitu masuknya budaya luar yang dapat menggeser eksistensi budaya nusantara. Hal tersebut terlihat dengan semakin sedikitnya generasi muda yang mengenal dan memahami budayanya sendiri. Eksistensi suatu kebudayaan agar tidak hilang dan punah tergerus perkembangan dan kemajuan zaman hendaknya selalu diwariskan kepada generasi penerusnya, yaitu generasi muda. Nah, agar suatu kegiatan kebudayaan dapat terus berjalan dan dilestarikan, tentu karena kegiatan tersebut memiliki fungsi dan nilai-nilai atau motivasi tertentu di dalam sebuah masyarakat. Dijalankannya suatu kegiatan pasti memiliki tujuan dan fungsi tertentu dalam masyarakat. Demikian pula tradisi Buka Luwur pada massyarakat kota Kudus, dapat terus lestari hingga sekarang tentu saja memiliki fungsi yang sangat besar pada masyarakat pelakunya. Untuk itu, akan dilakukan analisis berdasarkan teori fungsionalisme terhadap tradisi Buka Luwur tersebut.
II. PEMBAHASAN
  1. Deskripsi Tradisi Buka Luwur
Buka Luwur adalah upacara tradisi yang terdapat di kota Kudus berupa prosesi penggantian luwur atau kain mori yang digunakan untuk membungkus jirat, nisan, dan cungkup Makam Sunan Kudus. Upacara ini sifatnya massal, dilaksanakan di Tajug Masjid Menara Kudus, di desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, pada setiap tanggal 10 Asyuro (Muharram) yang konon bertepatan dengan wafatnya Sunan Kudus. Dengan demikian, setiap tanggal 10 Asyuro telah ditetapkan sebagai waktu pelaksanaan khaul (ulang tahun wafatnya) Sunan Kudus untuk setiap tahunnya. Buka Luwur atau Buka Luhur adalah sebutan masyarakat untuk upacara ini, yang artinya membuka pusaka leluhur (Hartatik tt:355).
Ritual Buka Luwur dimulai dengan pembacaan do’a yang dilakukan di tajug atau pendopo yang terletak di kompleks Makam Sunan Kudus. Tajug ini berbentuk segi empat yang bermotifkan bangunan Jawa, model atap yang berundak-undak dengan empat tiang penyangga di tiap sisinya yang terbuat dari kayu jati sedangkan lantainya dari keramik yang diatasnya terhampar karpet bermotif masjid. Peserta ritual Buka Luwur duduk di seputar tajug dan mengelilingi luwur yang nantinya akan dipasang. Peserta ritual ini kesemuanya berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah antara 50-70 orang. Peserta ritual Buka Luwur adalah Ulama atau Kyai, tokoh masyarakat, Pemda, DPRD, Pengurus Perhimpunan Pemangku Makam Auliya (PPMA) dan tamu undangan lain.
Puncak upacara yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Asyura (Muharram) ini adalah khaul (ulang tahun wafatnya) Sunan Kudus, karena di dalam prosesi upacaranya selalu diikuti oleh pembacaan tahlil yang dipimpin oleh Imam Besar Masjid Menara yang diikuti oleh semua peserta upacara tersebut. Luwur yang semula berada di tengah-tengah tajug kemudian diarak oleh peserta ritual Buka Luwur menuju makam Sunan Kudus yang berada di sisi utara tajug diiringi dengan lantunan sholawat. Hanya beberapa orang saja yang bisa masuk ke bagian utama Makam Sunan Kudus untuk memasang luwur di Makam dan Nisan Sunan Kudus, sementara peserta ritual lainnya berada di luar bagian utama makam Sunan Kudus. Setelah prosesi pemasangan selesai dilanjutkan dengan pembacaan do’a tahlil.
Upacara ritual Buka Luwur ini diakhiri dengan do’a yang dibacakan oleh Kyai yang paling senior di Kudus. Peserta mengamini setiap kali Kyai selesai membacakan do’a. Setelah do’a penutup dibacakan, para peserta ritual Buka Luwur meninggalkan area makam Sunan Kudus. Di depan pintu keluar tampak 5 orang panitia membagikan nasi jangkrik yang dibungkus dengan daun jati dan ditaruh dalam keranjang. Selain untuk masyarakat yang mengikuti prosesi upacara, nasi jangkrik itu juga diperuntukkan bagi para donatur, tamu undangan, serta panitia penyelenggara. Karena jumlahnya terbatas, menyebabkan sering terjadi rebutan yang menyebabkan beberapa orang sempat pingsan akibat berdesak-desakan berebut nasi jangkrik itu. Upacara ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat, karena mereka menginginkan  berkah dari potongan luwur lama yang diyakini mempunyai banyak khasiat (Falah tt:7).

  1. Analisis Tradisi Buka Luwur Berdasarkan Teori Fungsional
Beberapa pihak menganggap, ritual budaya Buka Luwur ini terlihat tidak memiliki fungsi yang cukup penting karena hanya merupakan suatu prosesi penggatian kain mori pada makam. Akan tetapi, budaya ini dapat terus bertahan dan lestari karena ada beberapa fungsi lain yang diperoleh masyarakat pelakunya, seperti halnya yang diungkapkan oleh Malinowski. Inti dari teori fungsional menurut Malinowski adalah bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya (Kaplan 2002:76).
Kaplan (2002:77) menyebutkan bahwa asumsi dari teori fungsional adalah bahwa semua sistem budaya memiliki syarat-syarat fungsional tertentu untuk memungkinkan eksistensinya. Sebuah tradisi atau kebudayaan dalam suatu masyarakat dapat lestari jika tradisi tersebut memiliki fungsi-fungsi tertentu sehingga mampu bertahan. Seperti halnya dalam tradisi Buka Luwur meskipun terlihat sebagai suatu tradisi yang nyata-nyata tidak memiliki fungsi karena hanya merupakan prosesi penggantian kain mori pada makam, dan adanya anggapan-anggapan tertentu bahwa tradisi tersebut dapat mengarah kepada hal-hal yang justru bertentangan dengan norma-norma agama, diluar semua itu, tradisi Buka Luwur memiliki fungsi, motifasi, dan nilai-nilai tertentu yang diyakini oleh masyarakat pelakunya.
Satu fungsi mendasar dari sebuah ritual keagamaan sebagaimana yang diungkapkan oleh Radcliffe-Brown dalam Kaplan (2002:77) bahwa keberadaan dan keberlakuan sebuah upacara keagamaan dalam suatu masyarakat adalah kaitannya dengan sumbangan upacara keagamaan tersebut bagi kerekatan sosial. Suatu ritual keagamaan berfungsi untuk memantapkan solidaritas sosial. Solidaritas ini dipertahankan untuk memungkinkan warga masyarakat memainkan peranannya yang telah disepakati bersama, yakni memelihara kadar kebersamaan yang menjadi landasan bagi berlangsungnya sistem sosial. Adanya ritual Buka Luwur sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Bahkan bagi masyarakat Kauman  ini menjadi sebuah kewajiban untuk ditunaikan. Hal ini yang mendorong seluruh warga untuk terlibat dalam ritual Buka Luwur. Yang sering terjadi di masyarakat adalah adanya ketidaknyamanan ketika tidak berpartisipasi dalam ritual Buka Luwur ini. Sehingga demi menjaga ketertiban di masyarakat, warga pun turut dalam ritual ini. Perasaan tidak nyaman ketika tidak ikut berpartisipasi merupakan hal yang wajar. Hal ini sebenarnya lebih didasarkan kepada kebutuhan untuk menjalin persahabatan atau relasi sosial dengan warga yang lain. Hal ini sangat perlu bagi masyarakat yang budayanya masih kental dengan gotong royong.
Menurut Person dalam Jhonson (1990:135), agar suatu kebudayaan dapat tetap bertahan, maka suatu sistem kebudayaan harus mempunyai keempat fungsi AGIL: Adaptation (adaptasi), Goal Attainment (pencapaian tujuan), Integration (integrasi), dan Latency (pemeliharaan pola). Untuk fungsi Integration (integrasi) yaitu sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya dan fungsi Latency (pemeliharaan pola) bahwa sebuah sistem harus memlengkapi, memelihara, dan memperbaiki motivasi individu maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Mengenai motivasi, Melihat dari apa yang dilakukan masyarakat dalam melakukan ritual Buka Luwur dapat dikategorikan bahwa motivasi yang melandasi ritual tersebut adalah motivasi beragama. Motivasi beragama sendiri adalah naluri manusia untuk selalu dekat, kembali, dan meminta pertolongan kepada Tuhan. Masyarakat mempunyai anggapan bahwa ada kekuatan magis dari mori yang terpasang di makam Sunan Kudus dan juga nasi yang di bagikan ke masyarakat sehingga mereka rela berdesak-desakkan hanya untuk mendapatkan sebungkus nasi. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat mempercayai adanya sesuatu kekuatan Tuhan yang berada diluar kekuatan manusia itu sendiri.
Tujuan utama (Goal Attainment) sebagaimana konsep AGIL menurut Person dalam Jhonson (1990:135) diadakannya upacara ini adalah untuk memperingati kebesaran jasa Sunan Kudus, dalam syiar Islam di Kudus yang pada waktu itu masih didominasi oleh pengikut agama Hindu. Adanya pembagian nasi jangkrik yang tidak menggunakan lauk daging sapi sebagai salah satu warisan kearifan Sunan Kudus dalam menjaga toleransi dengan masyarakat yang masih beragama Hindu pada zamannya, tetapi kemudian diganti dengan daging kerbau atau daging kambing. Peniadaan lauk daging Sapi pada Nasi Jangkrik tersebut merupakan salah satu bentuk Adaptation pada konsepsi AGIL dalam teori fungsionalisme menurut Person.
Upacara ini juga dimaksudkan sebagai salah satu syiar Islam, yaitu dalam rangka memperingati tahun baru Hijriyah. Itulah yang menyebabkan diselenggarakannya pengajian umum pada malam hari sebelum penggantian luwur baru itu dilaksanakan oleh ulama kharismatik yang ditunjuk oleh Pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, bisa ulama dari daerah Kudus setempat atau ulama dari tempat lain. Fungsi Syiar inilah yang kemudian dipercaya oleh masyarakat Kudus untuk tetap melestarikan tradisi ini demi keberlangsungan nuansa relijiusitas masyarakat kota Kudus.
DAFTAR PUSTAKA

Falah, Reynal, Moch. Ngemron, dan Moordiningsih. tt. Motivasi dan Nilai Hidup Masyarakat Kauman Dalam Melakukan Ritual Adat Buka Luwur di Makam Sunan Kudus. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hartatik, Endah Sri. tt. Upacara – Upacara Tradisi yang Masih Berkembang di Masyarakat Seputar Makam Tokoh di Jawa Tengah dalam diakses pada 8 Januari 213.
Johnson, Doyle Paul. 1990. Teori Sosiologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kaplan, David. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Friday, September 15, 2017

TELAH LAHIR DENGAN SEMPURNA

Alhamdulillah..Allahu Akbar..Subhanallah..


                        





















Telah lahir dengan selamat dan lancar  buah hati kedua kami pada hari Rabu Kliwon, 23 Agustus 2017 di Bidan desa jam 09.10 dengan BB 3, 3 kg, 

Kami beri nama ARGANTA FAYYADH ALFATIH





Smga kehadiranya slalu membawa keberkahan, menjadi anak yg sholeh, berbakti pada orang tua, berguna bagi agama, keluarga, nusa dan bangsa..Diberi kesehatan..
Dan smg kami bisa mjd orang tua yg baik dlm mendidik dan membesarkanya. Kita sama sama belajar ya nak…
Cerita2 lain menyusul…

Tata Cara Menyambut Kelahiran Anak Secara Islam

Anak adalah karunia Allah yang tiada terhingga bagi semua keluarga. Keberadaannya sangat dinantikan karena akan menjadi penerus sejarah manusia, dan menjadi salah satu penguat ikatan berumah tangga. Banyak pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak sangat berharap agar segera mendapatkannya. Ini menunjukkan demikian penting kehadiran anak bagi semua umat manusia.

Agama Islam telah memberikan perhatian yang sangat detail tentang anak, sejak proses konsepsi, kehamilan, kelahiran, sampai pendidikan ketika anak lahir dan masa tumbuh kembang hingga dewasa. Semua mendapatkan perhatian dan tuntunan yang teliti. Ini menunjukkan demikian penting menjaga, merawat, serta mendidik anak sejak awal.

Dalam agama Islam, ada beberapa adab atau tuntunan dalam menyambut kelahiran bayi. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mendoakan Bayi

Hendaknya orang tua mendoakan untuk kebaikan bagi bayi yang baru lahir. Bukan hanya orang tua, bahkan orang lain turut mendoakan ketika mendengar berita kelahiran bayi. Dalam rubrik www.konsultasisyariah.com dijelaskan, ada beberapa tuntunan doa bagi bayi yang baru lahir.

Pertama, doa memohon keberkahan untuk si anak.

Dari Abu Musa Ra, beliau mengatakan, “Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi saw. Beliau memberi nama bayiku, Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku. (HR. Bukhari 5467 dan Muslim 2145).

Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah saw kepada putra Asma bintu Abu Bakr, yang bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma hijrah di Madinah, beliau melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi ini dibawa ke hadapan Nabi saw. Asma mengatakan, “... Kemudian Nabi saw minta kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si bayi. Makanan pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah saw, kemudian beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya” (HR. Bukhari 3909).

Tidak ada teks doa khusus yang isinya permohonan berkah untuk anak. Dalam Fatawa Syabakah Islam dinyatakan, "Tidak terdapat dalil – sepengetahuan kami – yang menunjukkan dianjurkannya membaca ayat Al-Quran atau doa tertentu ketika seorang anak dilahirkan. Baik doa dari ibunya, bapaknya, atau doa dari orang lain" [Fatawa Syabakah Islam, di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih, no. 13605].

Karena itu, kita bisa berdoa dengan bahasa apapun yang kita pahami. Misalnya dengan membaca, “Baarakallahu fiik” (semoga Allah memberkahi kamu) atau semacamnya.

Kedua, doa memohon perlindungan dari godaan setan.

Salah satu contohnya adalah doa yang dipraktekkan oleh istri Imran, ibunya Maryam. Allah menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan Maryam:

Tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 36).

Satu hal yang istimewa, karena doa ibu Maryam inilah ketika Maryam lahir, dia tidak diganggu setan, demikian pula ketika Nabi Isa dilahirkan. Allah mengabulkan doa ibunya Maryam. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, "Setiap bayi dari anak keturunan adam akan ditusuk dengan tangan setan ketika dia dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis, karena disentuh setan. Selain Maryam dan putranya (HR. Bukhari 3431).

Kemudian Abu Hurairah ra, membaca surat Ali Imran ayat 36 di atas.

Kita bisa meniru doa istri Imran ini. Hanya saja, perlu disesuaikan dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Karena perbedaan kata ganti dalam bahasa arab antara lelaki dan perempuan.
Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa membaca doa:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca doa:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهُ بِكَ وَذُرِّيَّتَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk.”

Kita juga bisa memohon perlindungan untuk anak dari gangguan setan, dengan doa seperti yang pernah dipraktekkan Nabi saw, ketika mendoakan cucunya Hasan dan Husain.

Ibnu Abbas menceritakan, bahwa Rasulullah saw membacakan doa perlindungan untuk kedua cucunya,

أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

“Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan setan dan binatang pengganggu serta dari pAndangan mata buruk” (HR. Abu Daud 3371, dan dishahihkan al-Albani).

Kita bisa meniru doa beliau ini, dengan penyesuaian jenis kelamin bayi.

Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa dibaca doa:

أُعِيذُكِ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

Dengan lafazh : U’iidzuki …..

Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca doa:

أُعِيذُكَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

Dengan lafazh : U’iidzuka …..

2. Adzan dan Iqamah

Sang ayah segera mengazani di telinga kanan dan mengiqamahkan di telinga kiri pada anaknya yang baru lahir. Pemberian adzan dan iqamah baru lahir ini salah satu tujuannya agar kalimat yang pertama kali didengar sang bayi adalah kalimat thayyibah dan dijauhkan dari segala gangguan setan yang terkutuk.

Sebagian ulama menganggap sunnah membacakan adzan dan iqamah untuk bayi yang baru lahir. Ulama yang berpendapat seperti ini diantaranya adalah Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul ‘Aziz, ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, ulama madzhab Hanbali, termasuk ulama yang menyunnahkan pembacaan adzan pada bayi yang baru lahir ini.

Ulama kontemporer, Wahbah az-Zuhaily juga menyunnahkan hal ini dalam kitab al-Fiqh al-Islami Wa adillatuhu, “Disukai bagi orang tua untuk mengadzani di telinga kanan bayi yang baru dilahirkan dan diiqamati seperti iqamat untuk shalat di telinga kirinya” (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu : 4/288).
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnahnya juga menyunnahkan dibacakan adzan ini, “Termasuk sunnah dilakukan, mengadzani telinga kanan dan mengiqamahi telinga kiri bayi yang baru dilahirkan, supaya yang pertama kali didengar telinga anak adalah asma Allah SWT”.
Imam an-Nawawi, tokoh ulama madzhab asy-Syafi’i dalam al-Majmu’ pada juz 8/443 menulis, “Berkata sekelompok ulama dari sahahabat-sahabat kami (ulama Syafi’iyyah), disukai untuk diadzani di telinga kanan dan diiqamahi di telinga kiri bayi yang baru dilahirkan”

Namun sebagian ulama yang lain tidak menyunnahkan adzan dan iqamat bagi bayi yang baru lahir bahkan menganggapnya sebagai bid’ah. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik bin Anas. “Imam Malik mengingkari perbuatan mengadzani di telinga bayi ketika dilahirkan” (Mawahib al-Jalil fi Syarh Mukhtashar asy-Syaikh Khalil : 3/321).

Dalam kitab Mausu’ah Fiqh al-Ibadat dijelaskan sikap Imam Malik, “Imam Malik benci perkara-perkara ini (adzan selain panggilan untuk shalat) dan menganggapnya sebagai bid’ah” (Mausu’ah Fiqh al-Ibadat : 7/7).

Para ulama yang yang menganggap perbuatan ini sebagai bid’ah karena dalil atau hadits yang memerintahkan adzan untuk bayi yang baru lahir tidak kuat, alias hadits dhaif. Oleh karena haditsnya lemah, maka tidak bisa dipakai sebagai landasan untuk menyunnahkan adzan untuk bayi yang baru lahir.

Jadi, aktivitas memperdengarkan adzan dan iqamah untuk bayi yang baru lahir, dari segi hukum fikih termasuk amal yang diperdebatkan para ulama. Walaupun dari segi manfaat bisa diterima, bahwa memperdengarkan kalimat tauhid bagi bayi yang baru lahir merupakan bagian dari pendidikan keimanan untuk anak.

3. Tahnik

Kita perhatikan tindakan yang dilakukan Rasulullah saw terhadap bayi yang baru saja lahir, sebagaimana penuturan istri beliau, Aisyah ra:

“Apabila didatangkan bayi yang baru lahir ke hadapan Rasulullah saw, maka beliau mendoakan barakah kepadanya dan mentahniknya” (HR. Imam Bukhari no. 5468 dan Imam Muslim no. 2147).

Yang dimaksud dengan tahnik adalah mengunyah kurma sampai lumat hingga bisa ditelan, kemudian menyuapkan kurma lembut tersaebut ke mulut bayi. Apabila tidak didapatkan kurma, maka diganti dengan makanan manis lain yang bisa digunakan untuk mentahnik. Para ulama bersepakat bahwa istihbab (disenangi) melakukan tahnik pada hari kelahiran anak. Demikian dijelaskan oleh Imam An Nawawi rahimahullah ketika menerangkan tahnik ini.

Perbuatan Rasulullah saw ini bisa kita lihat dalam hadits Anas bin Malik ra, “Aku membawa Abdullah bin Abi Thalhah al Anshari kepada Rasulullah saw pada hari kelahirannya, dan waktu itu beliau menggunakan mantelnya sedang mengecat untanya dengan ter. Lalu beliau bertanya: “Apakah engkau membawa kurma?” Aku menjawab: “Ya.”

Kemudian kuberikan pada beliau beberapa buah kurma, lalu beliau masukkan ke mulut dan mengunyahnya. Kemudian beliau membuka mulut bayi dan meludahkan kurma itu ke mulut bayi. Mulailah bayi itu menggerak-gerakkan lidahnya untuk merasakan kurma tersebut. Maka Rasulullah saw bersabda, “Kesukaan Anshar adalah kurma,” dan beliau memberinya nama Abdullah” (HR. Imam Bukhari no. 5470 dan Imam Muslim no. 2144).

Hadits Anas bin Malik di atas juga memberikan penjelasan kepada kita bahwa tahnik dilakukan dengan menggunakan kurma, dan ini yang utama. Tahnik hendaknya dilakukan oleh orang yang shalih, baik laki-laki ataupun perempuan. (Syarh Shahih Muslim)

Begitu pula bisa kita simak kisah-kisah tentang pelaksanaan tahnik yang datang dari sahabat-sahabat yang lainnya. Abu Musa Al Asy’ari ra menceritakan: Telah lahir anak laki-lakiku, lalu aku membawanya kepada Nabi saw kemudian beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan kurma (HR. Imam Bukhari no. 5467 dan Imam Muslim no. 2145).

Asma’ binti Abi Bakr ra mengisahkan ketika dia mengandung anaknya, Abdullah ibnu Az Zubair di Mekkah:

“Aku keluar (untuk hijrah), sementara telah dekat waktuku melahirkan. Maka aku pergi ke Madinah dan aku singgah di Quba’, serta melahirkan di sana. Kemudian aku mendatangi Rasulullah saw lalu beliau meletakkan anakku di pangkuannya. Kemudian beliau meminta kurma, dan mengunyahnya lalu meludahkannya ke dalam mulut anakku. Maka yang pertama kali masuk ke perutnya adalah ludah Rasulullah saw. Beliau mentahniknya dengan kurma, kemudian mendoakannya dan memintakan barakah baginya. Dan dia adalah bayi pertama yang dilahirkan dalam Islam (dari kalangan Muhajirin)” (HR. Imam Bukhari no. 5469 dan Imam Muslim no. 2146).

Tujuan tahnik adalah persiapan agar bayi nantinya mudah untuk merasakan manisnya air susu ibu dan juga agar mulut bayi kuat sehingga mampu menghisap air susu ibunya. Cara mentahnik bayi adalah dengan meletakkan sedikit buah kurma di atas jari telunjuk dan dimasukkan ke mulut bayi serta dengan perlahan-lahan digerakkan ke kanan dan kiri. Ini dilakukan agar kurma tadi bisa menyentuh seluruh mulut bayi hingga terkena rongga tekaknya.

4. Aqiqah

Menurut bahasa kata ‘aqiqah berarti memotong. Dinamakan ‘aqiqah, karena dipotongnya leher binatang. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong. Ada pula yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah : rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur.

Hukum aqiqah adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat Imam Malik, penduduk Madinah, Imam Syafi′i dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama ahli fiqih (fuqaha).

Dalil aqiqah ini dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah saw bersabda : "Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuh disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya" (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad).

Jumlah kambing aqiqah bayi bisa dilihat dari hadits Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw telah bersabda : "Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing" (HR Ahmad Tirmidzi, Ibnu Majah).

5. Memberi Nama yang Baik

Salah satu kewajiban orang tua adalah memberi nama yang baik untuk anaknya. Nama anak merupakan doa dan harapan dari orang tua. Memberi nama tidak boleh sembarangan, dengan nama-nama yang sekedar indah atau unik, namun harus mengandung makna yang baik.

Sahabat Sahl bin Sa’d ra menceritakan, didatangkan Al Mundzir putra Abu Usaid ke hadapan Rasulullah saw ketika dia dilahirkan. Maka Nabi saw meletakkannya di atas pangkuannya, sedangkan Abu Usaid duduk. Pada waktu itu Rasulullah saw sedang sibuk sehingga Abu Usaid memerintahkan agar anaknya dibawa kembali, maka anak itu diangkat dari pangkuan Rasulullah saw dan mereka pun mengembalikannya pada Abu Usaid.

Ketika Rasulullah saw selesai dari kesibukannya, beliau bertanya, “Di mana bayi tadi?” Abu Usaid pun menjawab: “Kami membawanya kembali, ya Rasulullah!” Lalu beliau bertanya, “Siapa namanya?” Jawab Abu Usaid: “Fulan, ya Rasulullah!” Beliau pun bersabda, “Tidak, akan tetapi namanya Al Mundzir.” Kemudian pada hari itu beliau memberinya nama Al Mundzir (Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 2149).

Menurut rubrik www.konsultasisyariah.com, memberi nama anak bisa dilakukan pada hari kelahirannya, hari ketiga atau hari ketujuh. Ciri nama yang baik adalah enak didengar, mudah diucapkan oleh lisan, mengandung makna yang mulia dan sifat yang benar dan jujur, jauh dari segala makna dan sifat yang diharamkan atau dibenci agama.

Dianjurkan menamai anak laki-laki dengan nama Abdu (penghambaan) yang disambungkan dengan asma’ul husna, seperti Abdul ‘Aziz, Abdul Malik, dan sebagainya. Yang sangat dianjurkan adalah Abdullah atau Abdurrahman, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman” (HR. Muslim).

Baik juga menamai anak dengan nama-nama Nabi dan Rasul. Nabi saw pernah menamai sebagian sahabat dengan nama Nabi dan Rasul. Baik pula menamai anak dengan nama orang-orang salih, seperti dengan nama sahabat, tabi’in dan imam kaum muslimin.

Yang dilarang adalah menamai anak dengan nama yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah, seperti Abdul Ka’bah, Abdusy Syams, Abdul Husain dan sebagainya. Tidak boleh juga memberi nama anak dengan nama-nama yang khusus bagi Allah, seperti Ar Rahman, Al Khaaliq, Ar Rabb dan sebagainya. Tidak boleh menamai anak dengan nama-nama patung atau berhala yang disembah selain Allah, seperti Latta, Uzza, Hubal dan sebagainya.

6. Mencukur Rambut Bayi

Pada hari ketujuh kelahiran bayi, disunnahkan untuk memotong rambut si bayi. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasululah SAW ketika cucunya Hasan dan Husain lahir. Rasulullah saw memerintahkan untuk memotong rambut dan menimbangnya ukuran perak, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.

Menurut rubrik www.konsultasisyariah.com, salah satu dalil yang biasa dijadikan acuan dalam hal ini adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi saw mengaqiqahi Hasan dengan kambing, dan beliau menyuruh Fatimah untuk mencukur rambutnya. “Cukur rambutnya, dan bersedekahlah dengan perak seberat rambut itu.”

Fatimah pun menimbang rambut itu, dan ternyata beratnya sekitar satu dirham atau kurang dari satu dirham. (HR. Turmudzi 1519, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf 24234, dishahihkan al-Hakim dalam Mustadrak 7589 dan didiamkan azd-Dzahabi).

Catatan: satu dirham setara dengan 2,975 gr perak.

Dalam kitab Tuhfatul Maudud, Ibnul Qoyim menyebutkan beberapa riwayat dan keterangan ulama yang menganjurkan bersedekah dengan perak seberat rambut bayi. Pertama, Imam Ahmad mengatakan, “Sesungguhnya Fatimah ra mencukur rambut Hasan dan Husain, dan bersedekah dengan wariq (perak) seberat rambutnya.

Kedua, Imam Malik meriwayatkan dalam al-Muwatha’, dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, beliau mengatakan, “Fatimah menimbang rambut Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum, dan beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu”. Ketiga, Imam Malik juga menyebutkan dalam al-Muwatha’ dari Muhammad bin Ali bin Husain, bahwa beliau mengatakan, “Fatimah bintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menimbang rambut Hasan dan Husain, kemudian beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu”.

Di masa terdahulu, perak termasuk mata uang yang berlaku di masyarakat dan mudah didapatkan. Karena itu, sedekah pada masa ini tidak harus berujud perak. Boleh diberikan dalam bentuk uang, namun mengacu pada harga perak. Caranya, timbang rambut bayi. Jika tidak memungkinkan, karena kesulitan mendapatkan timbangan benda ringan, cukup diprediksi saja. Perkirakan berapa gram berat rambut itu. Misalnya 2 gr.

Cari informasi harga perak/gr saat ini. Misal: 12.000. Kalikan seberat prediksi berat rambut bayi. (2 gr x Rp 12.000 = Rp 24.000). Sedekahkan uang Rp 24.000 kepada orang miskin siapapun yang ada di sekitar kita. Boleh juga ditambahi atau digenapkan.


Rujukan :
www.konsultasisyariah.com