Halaman

Saturday, July 19, 2014

SHOLAT TASBIH (Pengertian dan Tata cara)

DEFINISI SHALAT TASBIH

Shalat tasbih (Arab, صلاه التسابيح) adalah shalat sunnah 4 (empat) rakaat yang banyak mengandung ucapan tasbih (subhanallah) di setiap gerakannya. Shalat tasbih dapat dilakukan dengan 2x (dua kali) salaman atau 1x salaman saja.

DALIL HADITS DAN KEUTAMAAN SHALAT TASBIH

Dalil hadits sebagai landasan dari shalat tasbih dan sekaligus fadhilah/keutamaan shalat tasbih adalah sebagai berikut:



عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهْ أَلاَ أُعْطِيْكَ أَلاَ أُمْنِحُكَ أَلاَ أُحِبُّوْكَ أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيْمَهُ وَحَدِيْثَهُ خَطْأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيْرَهُ وَكَبِيْرَهُ سِرَّهُ وَعَلاَنِيَّتَهُ عَشَرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ تَقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وِسُوْرَةً فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ الْقُرْاءَةِ فِيْ أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشَرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشَرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوْعِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا ثُمَّ تّهْوِيْ سَاجِدًا فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَالسُّجُوْدِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُوْنَ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِيْ أَرْبَعِ رَكْعَاتٍ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِيْ كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لََمْ تَفْعَلْ فَفِيْ كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُ فَفِيْ كُلِّ سَنَةِ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِيْ عُمْرِكَ مَرَّةً

Artinya: Dari Ibnu ‘Abbâs, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Abbâs bin ‘Abdul Muththalib, ‘Wahai ‘Abbas, wahai pamanku, maukah saya berikan padamu? maukah saya anugerahkan padamu? maukah saya berikan padamu? saya akan tunjukkan suatu perbuatan yang mengandung 10 keutamaan, yang jika kamu melakukannya maka diampuni dosamu, yaitu dari awalnya hingga akhirnya, yang lama maupun yang baru, yang tidak disengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang nampak.

Semuanya 10 macam. Kamu shalat 4 rakaat. Setiap rakaat kamu membaca Al-Fatihah dan satu surah. Jika telah selesai, maka bacalah Subhanallâhi wal hamdulillâhi wa lâ ilâha illallâh wallahu akbar sebelum ruku’ sebanyak 15 kali, kemudian kamu ruku’ lalu bacalah kalimat itu di dalamnya sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari ruku’ baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud lagi dan baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari sujud sebelum berdiri baca lagi sebanyak 10 kali, maka semuanya sebanyak 75 kali setiap rakaat. Lakukan yang demikian itu dalam empat rakaat. Lakukanlah setiap hari, kalau tidak mampu lakukan setiap pekan, kalau tidak mampu setiap bulan, kalau tidak mampu setiap tahun dan jika tidak mampu maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu.


WAKTU SHALAT TASBIH

Shalat tasbih tidak mempunyai waktu tertentu. Ia dapat dilaksanakan pada siang atau malam asal tidak dilakukan pada waktu yang dilarang.

Waktu shalat sunnah yang dilarang adalah setelah subuh, setelah ashar dan saat matahari pas di atas bumi (sebelum waktu dzuhur)


HUKUM SHALAT TASBIH

Hukum shalat tasbih adalah sunnah menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Namun, ada juga yang berpendapat shalat tasbih tidak sunnah karena hadits yang mendasarinya dianggap tidak sahih bahkan maudhu'.

Al-Khatib Ash-Sharbini mengatakan bahwa pendapat yang menganggap sunnah adalah pendapat yang muktamad (yang paling sahih)

Madzhab Hanbali mengatakan tidak sunnah tapi boleh dikerjakan karena menganggap haditsnya dhaif dan boleh mengamalkan hadits dhaif dalam fadhilah amal.

Madzhab Syafi'i berpendapat shalat tasbih hukumnya sunnah. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk III/547-548 mengatakan
قال القاضي حسين ، وصاحبا التهذيب والتتمة ..... : يستحب صلاة التسبيح ؛ للحديث الوارد فيها ، وفي هذا الاستحباب نظر ; لأن حديثها ضعيف , وفيها تغيير لنظم الصلاة المعروف , فينبغي ألا يفعل بغير حديث , وليس حديثها بثابت , وهو ما رواه ابن عباس رضي الله عنهما
Arti kesimpulan: Shalat tasbih hukumnya sunnah karena ada hadits dalam soal ini walaupun ada beberapa pendapat tentang status hadits.


JUMLAH RAKAAT DAN NIAT SHALAT TASBIH

Shalat tasbih jumlahnya 4 rakaat. Dapat dilakukan dengan sekali salam atau 2x salam.

Shalat tasbih 2 Rakaat: أصلى سنة التسبيح ركعتين لله تعالى
Artinya: Niat shalat sunnah tasbih dua rakaat karena Allah

Shalat tasbih 4 rakaat sekaligus: أصلى سنة التسبيح اربع ركعات لله تعال
Artinya: Niat shalat sunnah tasbih empat rakaat karena Allah

TATA CARA SHALAT TASBIH

1. Saat berdiri rakaat pertama:
(a) Membaca takbirotul ihrom
(b) Membaca surat Al-Fatih
(c) Membaca surat pendek. Rakaat I: At-Tatsur; Rakaat II: Al-Ashr; Rakaat III: Al-Kafirun; Rakaat IV: Al-Ikhlash.
(d) Membaca bacaan tasbih sebanyak 15x :
سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر

2. Saat ruku'
(a) Membaca bacaan berikut 3x: سُبْحَانَ رَبِيَ العَظِيمِ وَبِحَمْدِه
(b) Membaca bacaan tasbih 10x:
سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر

3. Bangun dari ruku'
(a) Membaca bacaan rukuk 1x : رَبّنا لَكَ الحَمْدَ مِلْءُ السَمَوَاتِ وَمِلْءُ الأرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ ِمنْ شَيءٍ بَعْدُ
(b) Membaca bacaan tasbih 1:x
سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر

4. Saat sujud pertama
(a) Membaca doa sujud 3x: سُبْحَانَ رَبِيَ الأعَلْيَ وَبحِمَدِه
(b) Membaca tasbih 10x: سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر

5. Bangun dari sujud pertama:
(a) Membaca doa berikut 1x: رَبِّ اغْفِرْ ِلي وَارْحمَني وَاجْبرُنِي وَارْفَعْني وَارْزُقْنيِ وَعَافِني وَاعْفُ عَِني
(b) Membaca doa tasbih 10x: سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر

6. Saat sujud kedua:
(a) Membaca doa sujut 3x: سُبْحَانَ رَبِيَ الأعَلْيَ وَبحِمَدِه
(b) Membaca tasbih 10x: سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر

7. Bangun dari sujud untuk rakaat kedua duduk dulu membaca tasbih 10x baru berdiri untuk rakaat kedua yang bacaannya sama dengan rokaat pertama.

8. Saat duduk tahiyat (tasyahhud)
(a) Membaca bacaan tahiyat 1x
(b) Membaca tasbih 10x.

DOA BACAAN SETELAH SHALAT TASBIH

Doa yang dibaca setelah shalat tasbih adalah sebagai berikut (Anda dapat menambahnya dengan doa yang lain):



اللّهُمَّ اِنِّى اَسْئَلُكَ تَوْفِيْقَ اَهْلِ اْلهُدَى وَاَعْمَالَ اَهْلِ اْليَقِيْن وَمُنَاصَحَةَ اَهْلِ التَّوْبَةِ
وَعَزَمَ اَهْلِ الصَّبْرِ وَجَدَّ اَهْلِ الْخَشْيَةِ وَطَلَبَ اَهْلِ الرَّغْبَةِ وَتَعَبُّدَ اَهْلِ الْوَرَعِ
وَعِرْفَانَ اَهْلِ اْلعِلْمِ حَتىَّ اَخَافَكَ . اللّهُمَّ اِنِّى اَسْئَلُكَ مَخَافَةً تُحْجِزُنِى عَنْ
مَعَاصِيْكَ حَتَّى اَعْمَلَ بِطَعَاتِكَ عَمَلاً اَسْتَحِقُ بِهِ رِضَاكَ وَحَتَّى اُنَاصِحَكَ فِى
التَّوْبَةِ خَوْفًا مِنْكَ وَحَتَّى اُخْلِصَ لَكَ النَّصِيْحَةَ حُبًّالَكَ وَحَتَّى اَتَوَكَّلَ عَلَيْكَ فى
اْلأُمُوْرِ كُلِّهَا وَاُحْسِنَ الظَّنَّ بِكَ . سُبْحَانَ خَالِقِ النُّوْرِ رَبَّنَا اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا
وَغْفِرْلَنَا اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن .

SEMOGA BERMANFAAT...

Wednesday, July 16, 2014

HISTORY OF LOVE


Atas Nama Cinta
                                                            Bismillahirohmanirohim...
Atas Nama Cinta, cinta yang mempersatukan kami. Berawal dari pertemuan kami di salah satu tempat makan di Gor Wergu Kudus Jum’at, 15 januari 2010 membuat kami saling mengenal dan memahami. lama kelamaan rasa kenal itu ingin semakin dalam, dan berakhir dengan cinta. Percintaan yang penuh warna itu telah kami lewati bersama. walau terkadang pertengkaran kecil menghiasi kisah cinta kami sampai perpisahan yang pernah terjadi dan akhirnya dipertemukan kembali, sudah begitu banyak kisah suka duka yang sudah kami lalui. dan itu semua atas nama cinta.
Ya Allah, jika kami jatuh hati, izinkanlah kami saling menyentuh hati yang tertaut pada-Mu, agar kami tidak terjatuh dalam jurang cinta semu. Kini setelah sekian lama kami mengenal dan memahami atas nama cinta, kami putuskan untuk hidup bersama dengan ikatan cinta yang tulus, murni dan indah. Pada tanggal 11 Agustus 2014 (15 syawal 1435 H) itulah waktu yang menandai kehidupan bersama kami telah dimulai. Kami berharap Allah tetap mempersatukan kami dalam cinta. Duhai Allah Tuhan Yang Maha Cinta izinkanlah kami tetap bersama dengan ikatan yang kuat sampai saat usia memisahkan kami.
Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa hati kami ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah bersatu salam dakwah pada-Mu, telah berpadu dalam membela syariat-Mu, kukuhkanlah ya Allah ikatan kami, kekalkanlah cinta kami, tunjukkanlah jalan kami, penuhilah hati kami ini dengan Nur-Mu yang tiada pernah pudar, Lapangkanlah dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu.
Ya Allah, andai Engkau berkenan, limpahkan kepada kami, cinta yang menjadikan pengikat rindu antara Rasulullah dan Khadijah Al-Qubro, yang Engkau jadikan mata air kasih sayang antara Ali Radhiyallahu Anhu dan Fatimah Az-Zahra.
Ya Allah, andai hal itu layak bagi kami, maka cukuplah doa kami dengan ridho-Mu untuk jadikan kami sebagai suami istri yang saling mencintai dikala dekat, saling menjaga kehormatan dikala jauh, saling mengingatkan dikala senang, saling menyempurnakan dalam ibadah, saling mendoakan dalam kebaikan dan ketaqwaan ya Allah sempurnakanlah kebahagiaan kami dengan menjadikan pernikahan ini sebagai ibadah kepada-Mu dan bukti cinta kami kepada sunah Rasul-Mu.
Amin.. ya rabbal'alamin...

Monday, July 14, 2014

MUALLIF DALA’IL AL-KHAIRAT

ULAMA’ PENUH BERKAH: ABI SULAIMAN AL-JAZULI: MUALLIF DALA’IL AL-KHAIRAT
Tulisan ini berkisah tentang biografi pengarang Dala’il al-Khairat, Abi Sulaiman al-Jazuli, yang disarikan dariBahjah al-Wasa’il min Manaqib Shahib al-Dala’il yang dikumpulkan oleh Tim Penerjemahan Ponpes Darul Falah Jekulo Kudus.
Imam al-Jazuli adalah seorang Iman yang alim dan amil, seorang wali Allah yang besar dan sempurna yang ma’rifat kepada Allah, yang muhaqqik dan wasil kepada-Nya, seorang tokoh terkemuka pada zamannya, yang berbeda pada masanya, Sayid Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli rodliyallah ‘anhu yang mengarang kitab dalailul Khoirot.
Nasab
 Adapun nasabnya adalah Sayid Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman  bin Abdurrohman bin Abu Bakar bin Sulaiman bin Ya’la bin Yakhluf bin Musa bin ‘Ali bin Yusuf bin Isa bin Abdulloh bin Jundur bin Abdurrohman bin Muhammad bin Ahmad bin Hasan bin Isma’il bin Ja’far bin Abdulloh bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abu Tholib Karramallahu Wajhah.
 Beliau dilahirkan di Jazulah yaitu di sebuah kabilah dari Barbar di pantai negeri Maghrib {Maroko} Afrika. Beliau  belajar di Fas yaitu sebuah kota yang cukup ramai yang terletak tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat dengan Mesir. Jarak antara Fas dan Mesir kira-kira 36 derajat 17 daqiqoh atau sekitar 4.064 km. Dikota Fas beliau belajar hingga menjadi sangat banyak menguasai ilmu yang bermacam-macam sehingga namanya tersohor, kemudian beliau mengarang kitab “Dalail al Khoirat”.
Sejarah Menjelang Mengarang Kitab Dalailul Khoirot
   Adapun sebab musabab beliau mengarang kitab Dalailul Khoirot adalah karena pada suatu saat beliau singgah di suatu desa bertepatan  dengan waktu (habisnya) sholat dhuhur; tetapi beliau tidak menjumpai seorangpun yang dapat beliau tanyai untuk mendapatkan air wudlu.
Akhirnya beliau menemukan sebuah sumur yang tidak ada timbanya, maka beliau berputar-putar di sekitar sumur itu dalam keadaan bingung karena tidak ada alat untuk menimba air. Tetapi kemudian beliau dilihat oleh seorang anak perempuan kecil yang berusiya sekitar tuju tahun. Anak itu bertanya kepada Sayid Muhammad al-Jazuli,
“Ya Syekh, mengapa anda nampak bingung berputar-putar disekitar sumur ?”.
Syekh menjawab,”Saya Muhammad bin sulaiman”.
Anak itu bertanya lagi, “Apa yang hendak tuan kerjakan ?”.
Syekh menjawab, ”Waktu sholat dhuhurku sudah sempit, tetapi saya belum mendapatkan air untuk berwudlu”.
Anak kecil itu bertanya, apakah dengan namamu yang sudah terkenal itu tidak bisa (hanya sekedar) mendapatkan air wudlu dari dalam sumur? Tunggulah sebentar !”
Kemudian anak kecil itu mendekat ke bibir sumur dan meniupnya sekali, tiba-tiba airnya mengalir dan memancarkan di sekitar sumur seperti sungai besar. Kemudian anak kecil itu pulang kerumahnya, dan Syekh Muhammad Al-Jazuli pun segera berwudlu dan melaksanakan sholat dluhur.
Setelah itu Syekh Muhammad Al-Jazuli bergegas mendatangi rumah anak perempuan kecil itu, sesampainya di sana beliau mengetuk pintu. Anak kecil itu berkata, “Siapa itu ?”, maka syekh menjawab, ”Wahai anak perempuanku, saya bertanya kepadamu, demi Allah dan kemahaagungan-Nya yang menciptakan kamu dan menunjukkan kepadamu terhadap Nabi Muhammad Saw. sebagai Nabi dan Rasulmu yang diharap-harapkan syafaatnya, saya harap engkau mau menemuiku, saya hendak menanyakan tentang satu hal”.
Ketika anak itu menemui beliau, Syekh Muhammad Al-Jazuli bersumpah, “Aku bersumpah kepadamu demi kemahaagungan Allah, demi kemahakuasaan-Nya, demi kemahamemberi-Nya, demi kemahasempurnaan-Nya dan demi Nabi Muhammad yang sholawat salam atas beliau, para shahabat, isteri dan putra-putra beliau, demi risalah beliau dan demi syafaat beliau, aku mohon kamu mau menceritakan kepadaku dengan apakah kamu bisa mendapatkan martabat yang tinggi {sehingga dapat mengeluarkan air dari sumur tanpa menimba} ?”.
Anak perempuan kecil itu menjawab, : “Kalaulah tidak karena sumpahmu itu wahai Syekh, tentulah aku tidak mau menceritakannya. Saya mendapatkan keistimewaan yang demikian itu karena membaca sholawat kepada Nabi Muhammad Saw.” Setelah peristiwa itu kemudian Syekh Muhammad Al-Jazuli radliallahu anhu mengarang kitab “Dalail al Khairat” di kota Fas. Dan sebelum beliau mensosialisasikan kitab itu ia mendapat ilham untuk pulang kembali ke tanah kelahirannya. Maka beliau kembali dari Fas kedesa beliau  ditepi daerah Jazulah. Kemudian beliau dengan kesendiriannya itu bertemu Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah Al-Shaghir seorang penduduk dipinggiran desa dan beliau berguru Dalail kepadanya.
Kemudian Syekh Muhammad Al-Jazuli melaksanakan kholwat untuk beribadah selama 14 tahun dan kemudian keluar dari kholwatnya untuk mengabdikan diri dan menyempurnakan pentashihan (pembetulan) kitab “Dalail al Khoirot” pada hari jum’at, 6 Rabi’ul Awwal 82 H. delapan tahun sebelum hari wafatnya.
Adapun Thoriqoh beliau disandsarkan pada Syekh Sadzili yang belajar dari Sayyid Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Mudhor Al-Munithi dari Sayid Abu Utsman Sa’id Al-Hartanai dari Sayid Abi Zaid Abdurrahman Al-Rajraji dari Sayid Abul Fadhil Al-Hindi dari Syekh ‘Inus Uwais Zamanihi dari Sayid Abu Abdilah Al-Maghribi seorang pengembara yang dimakamkan di Damnahur Al-Bukhairoh dari pengikut para orang sholih dan kelompok Thoriqotnya muslikin dan seagung-agungnya orang-orang ma’rifat dan Imamnya para wasil, Abul Aqthob yang diperlihatkan oleh Allah terhadap semua pengikutnya sebagai penerus barisan para keturunan Al-Hasyimiyyah dan keturunan Nabi, Sayid Abul Hasan ‘Ali Al-Syadzali radliyallahu ‘anhu yang dilahirkan pada tahun 595 H. dan wafat pada tahun 656 H. dinegerinya sebelum beliau merealisasikan
Sepuluh hal sebagaimana beliau berkata : “Masih ada sepuluh tahun untukmu”, dan beliau mewariskan banyak teman. Adapun murid-murid beliau banyak sekali, diantaranya adalah Syekh Abu Abdillah Muhammad Al-Shoghir Al-Sahli dimana beliau adalah yang tertua dari sahabatnya yang lain, yang menemaninya dalam meriwayatkanDalail. Kemudian Syekh Abu Muhammad Abdul Karim Al-Mandari dan juga Syekh Abdul ‘Aziz At-Tiba’ dan beliaulah Sayid dan Guru Sanadku ( Mu’allif ) dimana Guru saya Sayid Ahmad Musa Al-Samlali berguru kepadanya dan kemudian Sayid Ahmad bin Abbas Al-Shom’i berguru kepadanya dan  kemudian Sayid Mufri Abdul Qodir Al-Fasi belajar kepadanya dan kemudian Sayid Ahmad bin Al-Haj belajar kepadanya kemudian Sayid Muhammad bin Ahmad bin Ahmad bin Al-Matsani belajar kepadanya dan kemudian Sayid Muhammad bin Ahmad Al-Mudghiri belajar kepadanya dan kemudian Sayid Ali bin Yusuf Al-Hariri Al-Madani belajar kepadanya dan kemudian Sayid Muhammad Amin Al-Madani belajar kepadanya dan kemudian Al-Quthbu Al-Rais Sayid Muhammad Idris belajar kepadanya dan kemudian Al-Quthbu Al-Rasyid Sayid Abdul Mu’id radliyallahu ‘anhumdan santrinya yang dijuluki dengan Muhammad Ma’ruf yang belajar kepadanya.
Kiprah Muhammad Al-Jazuli
Syekh Muhammad Al-Jazuli pada mulanya mulai mendidik para muridin dipinggiran Asafi di mana banyak sekali orang yang sadar dan bertaubat atas bimbingannya. Dzikirnya begitu terkenal, tersebar dan diamalkan orang-orang diberbagai negeri dan nampaklah keistimewaan yang besar dan keramat-keramatnya. Syekh Muhammad Al-Jazuli senantiasa berpegang teguh terhadap hukum-hukum AllahSwt. dengan melaksanakan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah rosul shallalluhu ‘alaihi wassalam. Kemudian beliau pindah dari Asafi kesuatu tempat yang terkenal dengan afrigal. Kemudian beliau membangun masjid dan menetap ditempat itu untuk tetap mendidik dan membimbing para muridin ke jalan yang benar sesuai petunjuk Allah.
Jelaslah cahaya keberkahan beliau, nampaklah tanda-tanda kerahasiaannya dan para faqir dan orang-orang yang tekun membaca dan dzikir kepada Allah dan membaca sholawat Nabi semakin banyak. Dzikir-dzikir beliau dikenal disegenap penjuru dan para pengikutnya pun tersebar disetiap bagian negeri sehingga menjadi semarak dan hiduplah negeri Maghribi. Syekh Muhammad Al-Jazuli memperbaharui Thoriqot di Maghribi setelah pengaruh-pengaruh dari pengajarannya. Syekh Muhammad Al-Jazuli benar-benar seorang yang mencurahkan waktunya untuk menolong dan memberikan manfa’at kepada ummat.
Beliau juga mengutus para sahabatnya keberbagai negeri untuk menda’wahkan hukum Allah dan mendorong mereka ke jalan Allah. Banyak sekali orang mengikuti dan mengamalkan Thoriqotnya. Mereka juga banyak yang datang langsung kepada Syekh Muhammad Al-Jazuli untuk bertaqurrub dan mencari ridho Allah. Jumlah dari pengikut itu mencapai 12665 orang dimana kesemuanya itu bisa mendapatkan fadhilah menurut kadar martabat dan kedekatan mereka dengan Syekh Muhammad Al-Jazuli.
Wafatnya Syekh Muhammad Al-Jazuli
Beliau wafat waktu melaksanakan sholat subuh pada sujud yang pertama (atau pada sujud yang kedua menurut satu riwayat) tanggal 16 Rabi’ul Awwal 870 H. Beliau dimakamkan setelah waktu sholat dhuhur pada hari itu juga di tengah masjid yang beliau bangun.
Sebagian dari keramatnya adalah setelah 77 tahun dari wafat beliau, makam beliau dipindahkan Marakisy, dan ternyata ketika jenazah beliau dikeluarkan dari kubur, keadaan jenazah itu masih utuh seperti ketika beliau dimakamkan. Rambut dan jenggot beliau masih nampak bersih dan jelas seperti pada hari beliau dimakamkan. Makam beliau di Markasy sering  diziarahi oleh banyak orang.
Sebagian besar dari peziarah itu membaca Dalil al Khairat disana, sehingga dijumpai di makam itu bau minyak misik yang amat harum karena begitu banyak di bacakan Sholawat salam kepada Nabi Muhammad, para sahabat dan keluarga beliau. Kisah wangi semerbak itu adalah sebagian dari sejarah Syekh Muhammad al-Jazuli. Sejarah yang lain tentang beliau bahwa para orang sholeh dari berbagai penjuru dari masa ke masa senantiasa membaca dan mengamalkan kitab beliau, yaitu Dalil al Khairat.
Akhirnya beliau mendapat predikat sebagai seutama-utamanya orang yang bersama rosul SAW  kelak karena banyaknya pengikut beliau untuk membaca sholawat, sebagaimana Rosululloh SAWbersabda, “Seutama utama manusia bersamaku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak membaca sholawat  untukku”.
Syekh al-Khafidh Abu Na’im berkata, “Sejarah besar tentang Syekh Muhammad Al-Jazuli ini benar-benar sesuai dengan hadist dan fatwa para sahabat tentang membaca sholawat kepada Nabi ini saya telah menukilnya meskipun banyak para ulama’ yang mengetahuinya secara pasti, sebagaimana disabdakan Nabi, “Sedekat-dekat orang yang lebih berhak mendapatkan syafaatku pada hari kiamat besok adalah orang yang paling banyak membaca Sholawat pada waktu ia masih di dunia”. Segala puji bagi Allah tanpa batas, Sholawat salam atas Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat dan keluarganya, Amin.

Saturday, July 12, 2014

SHALAT-SHALAT SUNNAT YANG DITUNAIKAN SEHARI-HARI

SHALAT-SHALAT SUNNAT YANG DITUNAIKAN SEHARI-HARI

[a]. Shalat-Shalat Sunnat Rowatib
Sabda Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Tidaklah seorang muslim mengerjakan shalat karena Allah setiap hari 12 rakaat shalat sunnah karena Allah, kecuali Allah akan membangunkan sebuah rumah baginya di Surga ataudibangunkan baginya sebuah rumah di Surga” [HR. Muslim no. 728]
Rinciannya sebagai berikut:
Sholat empat rakaat sebelum shalat dzuhur dan dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelahshalat maghrib, dua rakaat setelah shalat isya dan dua rakaat sebelum shalat subuh.
namun untuk rawatib zhuhur ada riwayat lain :
“Barang siapa yang sholat 4 rakaat (Qobliyah) sebelum Dzuhur dan 4 rakaat (Ba’diyah)
sesudahnya, maka diharamkan baginya api neraka”. (SHAHIH. HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, di Shahihkan oleh Albani)
Wahai saudaraku tercinta…“Tidakkah engkau mempunyai rasa rindu untuk dibangunkan rumah di Surga?!!”
Peliharalah nasehat yang datang dari Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tetap mengerjakan shalat sunnah sebanyak 12 rakaat.
[b]. Shalat Dhuha
Shalat ini sebanding dengan 360 shadaqah. Hal ini bisa terwujud karena di dalam tubuh manusia ada 360 sendi (persendian)[1] setiap sendi tersebut membutuhkan shadaqah setiap harinya[2]. Shadaqah yang diperuntukkan pada persendian sebagai perwujudan rasa syukur atas nikmat, untuk mencukupi semuanya maka dua rokaat dari shalat dhuha dapat sebagaisarananya.
Faedahnya
Sebagaimana terdapat dalam shohih Muslim bahwa Rosul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pada setiap pagi, pada tiap-tiapp ruas persendian [3] di antara kalian memiliki hak,yaitu shadaqoh. Setiap tasbih (subhanallah) adalah shadaqoh, setiap tahmid adalah shadaqoh, setiap tahlil adalah shdaqoh, setiap takbir adalah shadaqoh, amar ma’ruf termasuk shadaqoh, mencegah dari kemungkaran termasuk shadaqoh, maka yang mencukupi demikian itu adalah shalat dhuha dua rokaat.” [HR. Muslim dalam kitab Shalat al-
Mufasirin wa Qashriha, bab Istihbab Shalat adh-Dhuha no. 720. Pent]
Dan penjelasan yang lain ada pada hadits dari Abu HurairAh Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya
ia berkata :
“Aku telah diberikan nasehat oleh kekasihku (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam)dengan tiga hal, yaitu berpuasa tiga hari (13-15), pada setiap bulan (Hijriyyah), duarakaat shalat Dhuha, dan shalat witir sebelum aku hendak tidur. [HR. Bukhari, Kitab Ash-Shaum, bab: Puasa al-Biedh tanggal 13,14, dan 15 tiap bulan no. 1981; dan Muslim dalam kitab Shalatu Musafirin, bab: Dianjurkannya shalat Dhuha, no: 721. Pent]
Waktunya sholat dhuha mulai terbitnya matahari dari ¼ jam setelah terbitnya mataharisampai kurang lebih ¼ jam sebelum shalat zhuhur.
Waktu yang paling utama untuk menunaikannya adalah ketika terik matahari mulai makinmenyengat.[4]
Jumlah raka’at nya paling sedikit dua rakaat. Sedangkan jumlah maksimalnya 12 rakaat danada pendapat lain bahwa jumlah maksimal raka’at dhuha tidak ada batasannya.
[c]. Shalat Sunnat Sebelum Shalat Ashar
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Semoga Allah memberi rahmat kepada seseorang yang shalat sunnah sebelum Ashar empatraka’at” [HR. Ahmad 2/117, Abu Dawud dalam kitab At-Tathawwu’ bab Shalat sebelum Ashar no. 1270, Tirmidzi dalam kitab As-Shalah bab Riwayat tentang Empat Raka’at Sebelum Ashar, no. 430. Pent]
[d]. Shalat Sunnat Sebelum Shalat Maghrib
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Shalatlah sebelum shalat Maghrib”. Pada ucapan yang ketiga beliau Shalallahu ‘alaihiwa sallam menambahkan: “Bagi siapa yang mau.” [HR. Bukhary no.1183 dan no. 7368. Pent]
[e]. Shalat Sunnat Isya’
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
”Di antara dua adzan ada shalat, diantara dua adzan ada shalat.” Pada ucapan ketiga, beliau bersabda: “Bagi siapa yang mau.” [HR. Bukhary Kitab Adzan bab Diantara dua adzan ada shalat no. 624, 627 dan Muslim kitab Shalatu Musafirin, bab , bab: Diantara dua adzan ada shalat no. 838]
Imam Nawawy berkata: “Yang dimaksud dengan dua adzan adalah adzan dan iqamah”
_________
Foot Note
[1]. Lihat Shahih Muslim no. 1007 dalam kitab az-Zakat bab: Bayaanu anna Ismash Shadaqah Yaqa’u Ala Kulli Nau’in Minal Ma’ruuf.
[2]. Berdasarkan hadits Buraidah Radhiyallahu ‘anhu yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Manusia memiliki tiga ratus enam puluh sendi dalam tubuhnya. Hendaknya ia bersedekah untuk semua sendi tersebut.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Al Adab bab Imathatuk Adza ‘Anith- Thariq no. 5242 dan Ahmad 5/354 dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 3/984, Irwa’ul Ghalil 2/213.
[3]. aslinya tulang jari jemari dan telapak tangan kemudian di pergunakan buat seluruh tulang-tulang badan dan persendiannya, lihat syarah An-Nawawi atas Shahih Muslim 5/272.
[4]. Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Shalat orang-orang yang khusyu’ beribadah adalah ketika anak-anak unta (fishal) kepanasan” Riwayat Muslim dalam kitab Shalat Mufasirin, bab Shalat Al-Awwabin hina Tarmidhul Fishal no. 748.
[Disalin dari kitab Aktsaru Min Alfi Sunnatin Fil Yaum Wal Lailah, edisi Indonesia
Lebih Dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Penulis Khalid Al-Husainan,
Penerjemah Zaki Rachmawan]
————————–
SUNNAH-SUNNAH DALAM SHALAT MALAM
Oleh : Syaikh Khalid al Husainan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sebaik-baik puasa setelah puasa ramadhan adalah puasa bulan muharram dan sebaik-baikshalat setelah shalat wajib adalah shalat lail.” [Hadits Riayat. Muslim no. 1163]
[a]. Sebaik-baik jumlah raka’at dalam shalat lail adalah sebelas raka’at atau tiga belas raka’at dengan pengerjaan shalat yang lama. Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat lail sebanyak 11 raka’at, maka yang demikian itu adalah shalat beliau” [Hadits Riwayat. Bukhari no. 1147]
Riwayat yang lain menyebutkan.
“Rasulullah shalat malam sebanyak 13 raka’at” [Hadits Riwayat. Bukhari no. 1138dan Muslim no. 764]
[b]. Disunnahkan bagi orang yang mengerjakan shalat lail untuk bersiwak dan membacaayat-ayat terakhir dari surat Ali Imran mulai dari firman Allah “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” [ Ali Imran : 190]
………..Dibaca sampai akhir surat
[c]. Disunnahkan kepada orang yang mengerjakan shalat malam untuk berdoa dengan doayang shahih yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam“Ya Allah, bagiMu segala puji, Engkaulah Penegak langit dan bumi dan segala isinya. BagiMu segala puji, milikMu kerajaan langit dan bumi serta segala isinya. bagiMu segala
puji (Engkau) Pemberi cahaya langit dan bumi (serta segala isinya). bagiMu segala puji, Engkau penguasa langit dan bumi. bagiMu segala puji Engkau lah Yang Mahabenar, janji-Mu itu benar adanya dan pertemuan dengan-Mu itu benar adanya. FirmanMu itu benar, surga itu benar, neraka itu benar, para nabi itu benar, Nabi Muhammad itu benar (utusanMu), kamat itu benar adanya. Ya Allah, kepadaMu aku bertawakal, kepadaMu aku kembali, kepadaMu aku mengadu dan kepadaMu aku berhukum. Ampunilah dosaku di masa lalu, masa
yang akan datang, yang tersebunyi serta yang nampak (Karena Engkau adalah Maha Mengetahui itu daripada aku). Engkau lah Yang terdahulu dan Yang terakhir (Engkau Tuhanku) dan tidak ada Tuhan kecuali Engkau atau tidak ada Tuhan (bagiku) kecuali Engkau” [Hadits Riwayat. Bukhari no. 1120, 6317, 7385 dan Muslim no. 2717]
[d]. Sunnah memulai shalat lail dengan dua raka’at yang ringan (pendek). Hal itu dilakukan hingga datangnya semangat untuk memanjangkan raka’atnya setelah dua rakaat yang pendek tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Apabila salah seorang diantara kalian mendirikan shalat lail hendaklah membuka shalatnya dengan shalat dua raka’at yang ringan (surat-surat yang dibaca pendek. Pent)
[Hadits Riwayat. Muslim no. 768]
[e]. Merupakan sunnah, memulai shalat malam dengan doa yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail dan Israfil. Wahai Pencipta langit dan bumi. Wahai Rabb yang mengetahui yang ghaib dan nyata. Engkau yang menjatuhkan hukum (untuk memutuskan)apa yang mereka (orang-orang Nasrani dan Yahudi) pertentangkan. Tunjukkanlah aku pada kebenaran apa yang dipertentangkan dengan seizinMu. Sesungguhnya Engkau menunjukkan pada jalan yang lurus bagi orang-orang yang Engkau kehendaki” [Hadits Riwayat. Muslim no. 770, Abu Dawud no. 767, Ibnu Majah no. 1357]
[f]. Disunnahkan untuk mempanjangkan shalat malam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: “Shalat apakah yang paling baik?”
Rasulullah menjawab : “Yang panjang qunutnya (lama berdirinya)” [Hadits Riwayat. Muslim no.756]
Yang dimaksud qunut[1] adalah berdiri yang lama
[g]. Disunnahkan untuk bertaawudz (minta perlindungan kepada Allah) ketika membaca ayattentang adzab dengan ucapan:
“Aku berlindung kepada Allah dari Adzab Allah”
Dan memohon rahmat kepada Allah ketika membaca ayat tentang permohonan dengan ucapan
“Ya Allah aku meminta kepadaMu dari karuniaMu”
Dan bertasbih ketika membaca ayat-ayat yang mengandung pujian tentang keMahasucian Allah.
Hal tersebut berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca (ayat) dengan tartil apabila beliau  melewati satu ayat tasbih maka beliaupun membaca tasbih. Apabila melewati ayat permohonan(tentang rahmat,-ed) maka beliaupun memohon. Dan apabila melewati ayat memohon perlindungan, maka beliaupun memohon perlindungan (bertaawudz)…” [Hadits Riwyat. Muslim no. 772]
Sebab-sebab agar mendapatkan kemudahan untuk shalat malam
[a]. Berdoa
[b]. Menjauh kan (diri) dari begadang
[c]. Tidur di siang harinya
[d]. Meninggalkan kemaksiyatan
[e]. erkeinginan diri yang kuat untuk melakukan shalat malam
_________
Foot Note
[1]. Qunut dalam hadits itu memiliki banyak arti berdasarkan banyak riwayat. Dalam Hadyus Saari Muqaddimah dari Fathul Baari oleh Ibnu Hajar hal. 305 (Cet. Daar Abi Hayyaan) pasal Qaf Nun disebutkan tentang makna qunut antara lain do’a, berdiri, tenang, diam, ketaatan, shalat, kekhusu’an, ibadah, dan memperpanjang berdiri. Pent.
Disalin dari kitab Aktsaru Min Alfi Sunnatin Fil Yaum Wal Lailah, edisi Indonesia Lebih Dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Penulis Khalid Al-Husainan, Penerjemah Zaki Rachmawan]
———————————————————————————
BENTUK-BENTUK WITIR DAN JUMLAH RAKA’ATNYA
Oleh : Dr Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani.
Witir memiliki jumlah raka’at dan bentuk-bentuk yang bermacam-macam sebagai berikut.
[a]. Sebelas Raka’at, Dengan Salam Pada Setiap Dua Raka’at Dan Berwitir Satu Raka’at.
Berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang menceritakan : “Rasulullah biasanya shalat malam sebelas raka’at, berwitir dari shalat itu dengan satu raka’at” Dalam riwayat lain : “Rasulullah biasanya shalat antara usai shalat Isya –yakni yang disebut sebagai atamah- hingga fajar sebanyak sebelas raka’at, mengucapkan salam antara dua rak’aat, dan berwitir satu raka’at” [1]
[b]. Tigabelas Raka’at, Setiap Dua Raka’at Salam, Dan Berwitir Satu Raka’at  Dasarnya adalah hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan cara shalat Nabi. Dalam hadits itu tercantum : “… Maka akupun berdiri di sebelah kiri beliau. Tiba-tiba beliau meletakkan tangan kanan beliau di atas kepalaku, dan memegang telingaku serta memutar tubuhku hingga berada di sebelah kanannya, kemudian beliau shalat dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at dan dua raka’at, kemudian beliau melakukan witir, lalu berbaring hingga datang muadzin. Setelah muadzin datang, beliau bangkit dan shalat dua raka’at ringkas, kemudian baru beliau keluar menuju jama’ah dan shalat shubuh” [2]
Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia menceritakan : “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam tiga belas raka’at, kemudian baru keluar untuk shalat shubuh. [3]
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani Radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia pernah berkata : “Aku betul-betul memperhatikan shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam hari. Beliau shalat dua raka’at ringkas, kemudian shalat dua raka’at yang panjang sekali, panjang sekali, panjang sekali, kemudian shalat lagi dua raka’at, namun tidak sepanjang yang pertama. Kemudian shalat lagi dua raka’at, juga tidak sepanjang dua raka’at yang sebelumnya. Kemudian shalat lagi dua raka’at namun juga tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya. Kemudian shalat lagi dua raka’at, namun tidak sepanjang dua raka’at sebelumnya. Kemudian baru beliau melakukan witir. Jumlah semuanya tiga belas raka’at” [4]
[c]. Tiga Belas Raka’at, Dengan Salam Pada Tiap Dua Raka’at, Dan Berwitir Lima Raka’at Sekaligus
Dasarnya adalah hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang menceritakan : “Rasulullah apabila shalat malam, melakukannnya tiga belas raka’at. Dari semua itu beliau berwitir lima raka’at, hanya duduk di akhirnya saja” [5]
[d]. Sembilan Raka’at Hanya Duduk Di Raka’at Kedelapan, Kemudian Langsung Masuk Raka’at Kesembilan.
Dasarnya adalah hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang menceritakan : “Kami biasa menyiapkan siwak dan air bersuci beliau. Allah membangunkan pada waktu yang Allah kehendaki di waktu malam. Beliau bersiwak dan berwudhu, lalu shalat sembilan raka’at, hanya duduk di raka’at yang kedelapan. Lalu berdzikir kepada Allah, berdo’a kepadaNya (tahiyyat pertama), kemudian baru bangun dan tidak mengucapkan salam. Kemudian beliau bangkit dan melakukan raka’at kesemblian. Setelah itu baru beliau duduk dan berdzikir, bertahmid dan berdo’a kepada Allah (tahiyyat kedua), kemudian salam dengan suara yang dapat kami dengar” [6]
[e]. Tujuh Raka’at Dengan Tanpa Duduk Kecuali Diakhirnya.
Dasarnya adalah hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang tercantum di dalamnya : “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah berusia lanjut dan mulai gemuk, beliau shalat dengan witir tujuh raka’at” [7]
Dalam riwayat lain : “Hany duduk di akhirnya saja “ [8]
[f ]. Tujuh Raka’at Dengan Hanya Duduk Pada Raka’at Yang Keenam Dasarnya adalah hadits Aisyah Radhiyalahu ‘anha, yang menceritakan : “Kami biasa mempersiapkan siwak dan air wudhu Rasulullah. Lalu beliau bangun dalam waktu yang Allah kehendaki di malam hari. Kemudian beliau bersiwak dan berwudhu, baru kemudian shalat tujuh raka’at, hanya duduk di raka’at keenam, lalu duduk dan berdzikir kepada Allah
serta berdo’a” [9]
[g]. Lima Raka’at Dengan Hanya Dududk Diraka’at Terakhir
Dasarnya adalah hadits Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Witir itu hukum yang berlaku bagi setiap muslim. Barangsiapa yang suka melakukan witir lima raka’at, hendaknya ia melakukannya. Dan barangsiapa suka melakukan witir 3 raka’at maka lakukanlah. Dan barangsiapa yang suka berwitir satu raka’at hendaknya ia melakukannya” [10]
Telah diriwayatkan dengan shahih dari hadits Aisyah Radhiyallahu anha, bahwa bentuk shalat semacam itu dilakukan secara sekaligus dengan hanya duduk di raka’at kelima saja. Dalam hadits itu tercantum : “Dalam shalatnya itu beliau berwitir lima raka’at, dengan hanya duduk di raka’at terakhirnya” [11]
[h]. Tiga Raka’at Dengan Salam Setelah Dua Raka’at, Kemudian berwitir Satu Raka’at
Dasarnya adalah hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia menceritakan :
“Nabi biasa memisahkan antara raka’at genap dan ganjil dengan salam yang dapat kami dengar” [12]
Telah diriwayatkan dengan shahih dari Abdullah bin Umar secara mauquf. Dari Nafi’, bahwa Abdullah bin Umar biasa melakukan witir dengan salam antara dua raka’at pertama dengan satu raka’at terakhir, sehingga beliau sempat memerintahkan beberapa hal dari kebutuhannya [13] Hadits mauquf itu bisa menguatkan hadits marfu’. Penulis sendiri pernah mendengar guru kita Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah tentang Witir tiga raka’at, bahwa itu dilakukan dengan dua kali salam : “Itu lebih utama, bagi orang yang ingin shalat tiga raka’at, dan inilah yang mendekati kesempurnaan” [14]
[I ]. Tiga Raka’at Secara Langsung, Dengan Hanya Duduk Diraka’at Terakhirnya
Dasarnya hadits Abu Ayyub Radhiyallahu ‘anhu yang tercantum di dalamnya : “Barangsiapa yang ingin berwitir tiga raka’at, hendaknya ia melakukannya” [15]
Juga hadits Abdullah bin Ka’ab Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu witir membaca ” Sabbihis Marabbikal A’la”, pada raka’at kedua membaca ” Qul Yaa Ayyuhal Kaafirun”. Dan pada rakaat ke tiga membaca ” Qul Huwallahu Ahad” Usai salam, beliau mengucapkan ” Subhanal Malikil Quddus” tiga kali [16]
Akan tetapi tiga rakaat itu beliau lakukan sejaligus, dengan hanya satu kali tasyahhud di akhirnya.
Karena kalau dilakukan degan dua kali tasyahud, akan mirip dengan shalat Maghrib [17]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang shalat sunnah diserupakan dengan shalat Maghrib [18], berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diriwayatkan bahwa beliau bersabda : “Janganlah kalian berwitir tiga raka’at. Berwitirlah lima rakaat atau tujuh raka’at. Jangan serupakan dengan shalat Maghrib. [19]
Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahulah menggabungkan antara hadits-hadits dan riwayat yang membolehkan witir tga rakaat dalam penafsiran bahwa ketiga rakaat itu dalam shalat hingga akhir, dengan hadits-hadits yang melarang witir tiga raka’at dalam penafsiran bahwa itu dilakukan dengan dua kali tasyahud, hingga menyerupai shalat Maghrib” [20]
Di antara dalil yang munnjukkan. Witir tiga rakaat adalah hadits Al-Qasim dari Abdullah bin Umar, bahwa ia berkata : Rasulullah bersabda : “Shalat pada waktu malam itu dua-dua raka’at. Bila engkau hendak menyelesaikannya, hendaknya shalat satu raka’at itu bisa menjadi witir dari shalat yang sudah kamu lakukan”.
Al-Qasim menyatakan : “Kami sendiri pernah melihat banyak orang semenjak kami nalar, yang melakukan witir tiga raka’at. Sesungguhnya masalah ini cukup luas. Aku kira tidak ada yang salah dari semua cara itu. [21]
[j ]. Satu Raka’at
Dasarnya adalah hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Witir adalah satu raka’at di akhir malam” [22]
Dari Abu Mijlaz diriwayatkan bahwa ia menceritakan : “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma tentang witir. Beliau menjawab : “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Satu raka’at di akhir malam”. Aku juga pernah bertanya kepada Ibnu Umar. Beliau menjawab : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Satu raka’at di akhir malam” [23]
Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa itu merupakan dalil sahnya witir dengan satu raka’at, dan dianjurkan untuk dilakukan di akhir malam” [24] Penulis sendiri pernah mendengar Imam Abdul Aziz bin Baz menyatakan : “Akan tetapi semakin banyak jumlah raka’atnya, semakin baik. Namun bila hanya melakukan satu raka’at saja, juga tidak makruh” [25]
Di antara yang menunjukkan bahwa witir satu raka’at itu boleh adalah hadits Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu, di situ tercantum.
“Barangsiapa yang suka berwitir satu raka’at, hendaknya ia melakukannya” [26]
__________
Foot Note
[1]. Diriwayatkan oleh Muslim dengan no. 736
[2]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-Witr, bab : Riwayat Tentang Witir, no. 992, demikian juga beberapa jalur riwayat lain, no. 117, 138, 6316. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, bab : Shalat Nabi dan Doa Beliau pada Malam Hari, no. 182, 763
[3]. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, bab Shalat Nabi dan Do’a Beliau di Malam Hari, no. 764
[4]. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, bab Shalat Nabi dan Do’a Beliau di Malam Hari, no. 765
[5]. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, bab Shalat Malam dan Jumlah Raka’at Nabi pada Malam Hari, bahwa witir itu Satu Raka’at, no. 737.
[6]. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, bab : Jami’u Shalati no. 746 [7]. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, bab : Jami’u Shalati no. 746 dan ini adalah bagian dari hadits itu.
[8]. Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam kitab Qiyaamul Lail dan Tathawwu di Siang Hari, bab : Witir Tujuh Raka’at, no. 1718, dishahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih An-Nasa’i I : 375. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ahmad VI : 290 dari hadits Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha dengan lafazh : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berwitir tujuh atau lima raka’at, tidak memisahkannya dengan ucapan atau salam. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya dalam kitab Iqamatush Shalah, bab : Riwayat tentang witir, lima, tujuh atau sembilan raka’at no. 1192, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah I : 197
[9]. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya {ihsan] dengan no. 2441. Al-Arnaaut menyatakan dalam catatan kaki Ibnu Hibban VI : 195 : “Sanadnya shahih berdasarkan persyaratan Al-Bukhari dan Muslim, lafazhnya adalah lafazh Muslim. Diriwayatkan juga oleh Ahmad yang senada dengan itu I : 54
[10]. Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan no. 1442. Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dengan no 1712. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan no 1192. Dan diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya [ihsan] dengan no. 670. Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al- Mustadrak I : 302-303
[11]. Diriwayatkan oleh Muslim dengan no. 737
[12]. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban [Ihsan} dengan No. 2433,2434,2435. Diriwayatkan  juga oleh Ahmad II : 76 dari itab bin Ziyaad. AL-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan dalam Fathul Baari II : 482 :"Sandanya kuat". Al-Albani Rahimahullah menyatakan : "Hadits ini memiliki riwayat penguat yang marfu'. Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa melakukan witir dengan memisahkan antara dua raka'at dengan satu raka'at". Sanadnya Shahih, berdasarkan persyaratan Al-Bukhari dan Muslim. Beliau juga menisbatkan hadits ini kepada Ibnu Abi Syaibah. Lihat Irwaaul Ghalil II : 150.
[13] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-Witr, bab : Riwayat Tentang Witir, no. 991. Diriwayatkan juga dalam Al-Muwatha’ Imam Malik I : 125.
[14] Penulis mendengarnya secara langsung ketika beliau menjelaskan Ar-Raudhul Murbi II : 187 tertanggal 1:11: 1419H.
[15] Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan no. 1422. Diriwayatkan oleh An-Nasa’I dengan no. 1712. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan no. 1192. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dengan no. 670. Diriwayatkan oleh Al-Hakim I : 302
[16] Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam kitab Qiyamullail dan Shalat Sunnah Siang, bab Ikhtilafin naqilan li khabar Ubay Ibnu Ka’b fii witri 1201 dan dishahihkan dalam Shahih Sunnan An-Nasa’i oleh Al-Albani 1/372, dan lihat Nailul Authar 2/211, dan lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar ada syawahid disana 2/481 dan Nailul Authar Asy-Syaukani 2/212.
[17] Saya dengan ini dari Imam Abdul Aziz Ibnu Baz ketika mensyarah Ar-Raudh Al-Murbi’  2/188 dikala membasah witir 3 rakaat dengan satu salam, beliau berkata : “Namun jangan diserupakan dengan Maghrib, langsung saja”.
[18] Lihat Asy-Syarh Al-Mufti Al-’Alamah Ibn Utsaimin 3/21.
[19] Ibnu Hibban (Al-Ihsan] 2429, Ad-Daruquthni 2/24, Al-Baihaqi 3/31, Al-Hakim menshahihkan dan disetujui Adz-Dzahabi 1/304, Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath 2/481, isnadnya sesuai syarat Syaikhan berkata dalam At-Talkish 2/14 no. 511 isnadnya semuanya tsiqat dari tidak mengapa pemauqufan orang yang mengnggapnya mauquf.
[20] Lihat Fathul Baari Syarah dari Shahih Al-Bukhari, oleh Ibnu Hajar II :481 dan juga  Nailul Authar oleh Asy-Syaukani II : 214.
[21] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan ini lafazhnya dengan no. 993. Diriwayatkan oleh Muslim dengan no. 743 dan telah ditakhrij sebelumnya.
[22]. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalatul Musafirin, bab : Shalat Malam Itu Dua-dua Raka’at, Dan Witir Itu Satu Raka’at di Akhir Malam no. 752
[23]. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab dan bab yang sama sebelumnya no. 753
[24] Syarah Muslim oleh An-Nawawi VI : 277
[25] Penulis mendengarnya sendiri dari penjelasan Syaikh terhadap Ar-Raudhul Murbi’ II: 185
[26] Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan no. 1422. Diriwayatkan juga oleh An-Nasa’i dengan no 1712. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 1190
[Disalin dari Kitab Shalatut Tathawwu' Mafhumun, wa Fadhailun, wa Aqsamun, wa Anwa'un, wa Adabun Fi Dhauil Kitabi was Sunnah, edisi Indonesia Kumpulan Shalat Sunnah dan Keutamaannya, oleh Dr Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani, Penerbit Darul Haq]
———————————————————————————–
SUNAT RAWATIB DAN PENEGASAN SHALAT DUA RAKA’AT FAJAR.
Oleh : Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam.
Shalat fardhu memiliki sunat-sunat rawatib, yang disebutkan dalam As-Sunnah yang shahih dan suci, baik berupa perkataan, perbuatan maupun pengakuan dari pembawa syari’at.
Shalat sunat rawatib ini mempunyai faidah yang besar dan pahala yang agung, nerupa tambahan kebaikan, ketinggian derajat, penghapusan keburukan, menambal kekosongan dan menyempurnakan kekurangannya. Karena itu harus ada perhatian terhadap shalat rawatib ini dan menjaganya ketika berada di tempat. Adapun ketika dalam perjalanan, tidak pernah disebutkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adanya satu shalat rawatib kecuali dua rakaat fajar. Beliau tidak pernah meninggalkannya, baik ketika menetap maupun ketika dalam perjalanan.
“Dari Abdullah bin Umar Radhyallahu ‘anhuma, dia berkata, ‘Aku pernah shalat dua rakaat sebelum Zhuhur bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Jum’at, dua rakaat sesudah Maghrib dan dua rakaat setelah Isya’”
adapula riwayat yang lain:
“Barang siapa yang sholat empat rakaat sebelum Dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, maka diharamkan baginya api api neraka”. (SHAHIH. HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, di Shahihkan oleh Albani)
“Dalam suatu lafazh disebutkan, ‘Adapun (rawatib) Maghrib, Isya’, Fajar dan Jum’at dikerjakan di rumah beliau”.
“Dalam lafazh Al-Bukhary disebutkanm bahwa Ibnu Umar berkata, “Aku  diberitahu Hafsah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa shalat dua rakaat yang ringan setelah fajar menyingsing, dan itu merupakan saat aku tidak menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
MAKNA GLOBAL
Didalam hadits ini terkandung penjelasan lima shalat sunat rawatib, bahwa untuk shalat Zhuhur mempunyai empat rakaat, dua rakaat sebelumnya dan dua rakaat sesudahnya, shalat Jum’at mempunyai dua rakaat sesudahnya, shalat Maghrib mempunyai dua rakaat sesudahnya dan shalat Isya mempunyai dua rakaat sesudahnya. Rawatib Maghrib, Isya’, Shubuh dan Jum’at dikerjakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam rumah.
Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu mempunyai hubungan yang erat dengan rumah  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam karena kedudukan saudarinya, Hafsah di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu dia dapat masuk ke tempat beliau saat beribadah, tetapi tetap memperhatikan adab, sehingga dia tidak masuk kecuali hanya sesekali waktu saja dan tidak masuk pada saat-saat yang tidak diperkenankan, karena mengikuti firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kalian miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kalian, meminta izin kepada kalian tiga kali (dalam satu hari) yaitu sebelum shalat Shubuh…” [An-Nur : 58]
Dia tidak masuk ke tempat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat-saat shalat Shubuh, kendatipun dia ingin tahu shalat yang dikerjakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Karena didorong keinginan untuk mendapatkan ilmu, maka dia bertanya kepada saudarinya, Hafshah tentang hal itu, lalu Hafshah memberitahu
kepadanya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa shalat dua rakaat secara ringan setelah fajar menyingsing dan ini merupakan shalat sunat.
KESIMPULAN HADITS.
[1]. Anjuran melaksanakan shalat-shalat rawatib tersebut dan menjaganya.
[2]. Shalat Ashar tidak mempunyai rawatib dibandingkan dengan rawatib-rawatib yang ditegaskan ini.
[3]. Rawatib-rawatib Maghrib, Isya’, Shubuh, Jum’at lebih baik dikerjakan di rumah.
[4]. Meringankan dua rakaat Fajar
[5]. Disebutkan dalam sebagian hadits shahih bahwa Zhuhur mempunyai enam rakaat, Empat sebelumnya dan dua sesudahnya. Disebutkan riwayat At-Tirmidzi dai haditsUmmu Habibah secara marfu’, “Empat rakaat sebelum Zhuhur dan sesudahnya”.
[6]. Sebagian dari rawatib-rawatib ini dulakukan sebelum shalat fardhu sebagai persiapan jiwa orang yang shalat untuk ibadah sebelum masuk ke fardhu. Sebagian rawatib dikerjakan sesudah fardhu untuk melengkapi
kekurangan dalam fardhu.
“Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, dia berkata, Tidak ada satupun shalat nafilah yang lebih diperlihara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selain dari dua raka’at Fajar” .
“Dalam lafazh Muslim disebutkan, “Dua rakaat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya”
MAKNA GLOBAL
Di dalam hadits ini terdapat penjelasan terhadap penegasan dua rakaat fajar. Aisyah Radhiyallahu ‘Anha menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menguatkannya dan mengagungkan urusannya dengan perkataan dan perbuatan beliau. Dalam hal ini Aisyah berkata, “Tidak ada satu pun dari shalat-shalat nafilah yang lebih dijaga dan dipelihara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi, seperti halnya dua raka’at fajar”
Beliau juga bersabda bahwa dua rakaat fajar ini lebih baik daripada dunia dan seisinya.
KESIMPULAN HADITS
[1]. Shalat sunnat (dua rakaat) fajar ini sangat ditekankan sehingga tidak boleh
diabaikan.
[2]. Keutamaannya yang agung sehingga beliau menganggapnya lebih baik dari dunia dan
seisinya.
[3]. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaga dan memberikan perhatian lebih banyak terhadap dua rakaat fajar daripada yang lainnya.
[4]. Mengabaikan dua rakaat fajar menunjukkan kelemahan agama dan keengganan
mendapatkan kebaikan yang besar.
[Disalin dari Kitab Taisirul Allam Syarh Umdatul Ahkam edisi Indonesia Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim Oleh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam, hal 122-126 Darul Falah]
————————————————————————————–
ADAKAH SHALAT SUNNAH QABLIYAH JUM’AT??
Oleh : Wahid bin ‘Abdis Salam Baali.
Di antara kaum muslimin ada yang setelah mendengar adzan pertama langsung berdiri dan mengerjakan shalat dua rakaat sebagai shalat sunnah Qabliyah Jum’at.
Dalam hal ini perlu saya katakan, saudaraku yang mulia, shalat Jum’at itu tidak memiliki shalat sunnah Qabliyah, tetapi yang ada adalah shalat Ba’diyah Jum’at.
Memang benar telah ditegaskan bahwa para Sahabat radhiallahu ‘anhuma jika salah seorang dari mereka memasuki masjid sebelum shalat Jum’at, maka dia akan mengerjakan shalat sesuai kehendaknya, kemudian duduk dan tidak berdiri lagi untuk menunaikan shalat setelah adzan. Mereka mendengarkan khuthbah dan kemudian mengerjakan shalat Jum’at.
Dengan demikian, shalat yang dikerjakan sebelum shalat Jum’at adalah shalat Tahiyyatul Masjid dan shalat sunnat mutlaq.
Dari Salman radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “ Tidaklah mandi seseorang pada hari jum’at dan berwudhu, dan memakai wewangian, kemudian keluar seraya tidak memecah-belah 2 orang (melangkahi pundak orang2), kemudian sholat sedapatnya, kemudian ia diam mendengarkan imam berkhotbah, melainkan diampuni dosanya antara Jumat tersebut denagn jumat yang lain” (SHAHIH, HR Bukhari dan Nasa-i, dishahihkan oleh Al Albani, lihat kitab “Seleksi hadist2 Shahih tentang Targhib dan Tarhib Imam Mundziri, takhrij hadist syaikh Imam Al Albani).
Dari hadist tersebut, jelaslah dalilnya mengenai adanya sholat sunnat menunggu saat khutbah dimulai dan ini bukanlah sholat qobliyah jum’at sebagaimana yang di fahami sebagian orang.
Dan hadits-hadits yang diriwayatkan berkenaan dengan shalat sunnah Qabliyah Jum’at adalah dha’if, tidak bisa dijadikan hujjah (argumen), karena suatu amalan Sunnah itu tidak bisa ditetapkan, kecuali dengan hadits yang shahih lagi dapat diterima.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Atsqalani rahimahullah mengatakan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Hibban melalui jalan Ayyub dari Nafi’, dia mengatakan, “Ibnu ‘Umar biasa memanjangkan shalat sebelum shalat Jum’at dan mengerjakan shalat dua rakaat setelahnya di rumahnya. Dan dia menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan hal tersebut.”
Hadits ini dijadikan hujjah oleh an-Nawawi dalam kitab, al-Khulaashah untuk menetapkan shalat sunnah sebelum shalat Jum’at seraya memberikan komentar, bahwa ucapan Ibnu ‘Umar, “Dan dia biasa melakukan hal tersebut,” kembali pada ucapannya, “Dan dia mengerjakan shalat dua rakaat setelah shalat Jum’at di rumahnya.” Dan hal itu ditunjukkan oleh riwayat al-Laits dari Nafi’ dari ‘Abdullah bahwasanya jika telah mengerjakan shalat Jum’at dia kembali pulang untuk kemudian mengerjakan shalat sunnah dua rakaat di rumahnya dan selanjutnya dia mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan hal tersebut.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Adapun ucapannya, “Ibnu ‘Umar biasa memanjangkan shalat sebelum shalat Jum’at,” maka yang dimaksudkan adalah setelah masuk waktu shalat sehingga tidak bisa menjadi marfu’, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar ke masjid jika mata-hari sudah tergelincir lalu beliau menyampaikan khutbah dan setelah itu mengerjakan shalat Jum’at. Jika yang dimaksudkan adalah sebelum masuk waktu shalat, maka yang demikian itu merupakan shalat sunnah mutlaq, dan bukan shalat rawatib. Dengan demikian, tidak ada hujjah di dalamnya yang menunjukkan adanya shalat sunnah Qabliyah Jum’at, tetapi ia merupakan shalat sunnah mutlaq.
Dan telah disebutkan adanya anjuran melaku-kan hal tersebut -seperti yang telah disampaikan sebelumnya- di dalam hadits Salman dan lainnya, yang di dalamnya dia mengatakan, “Kemudian dia mengerjakan shalat yang diwajibkan kepadanya.”
Selain itu, ada juga hadits-hadits dha’if yang diriwayatkan berkenaan dengan shalat sunnah Qabliyah Jum’at, di antaranya adalah dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan lafazh, “Dan beliau biasa mengerjakan shalat dua rakaat sebelum Jum’at dan empat rakaat setelahnya.” Di dalam sanadnya terdapat kelemahan.
Dan dari Ali juga terdapat hadits yang semisal yang diriwayatkan oleh al-Atsram dan ath-Thabrani di dalam kitab al-Ausath dengan lafazh, “Beliau biasa mengerjakan shalat empat rakaat sebelum Jum’at dan empat rakaat setelahnya.” Di dalam sanad hadits ini terdapat Muhammad bin ‘Abdurrahman as-Sahmi, yang menurut al-Bukhari dan perawi lainnya, dia adalah seorang yang dha’if (lemah). Al-Atsram mengatakan, “Ia merupakan hadits yang waahin.”
Juga masih ada hadits lainnya yang senada dengan itu, dari Ibnu ‘Abbas dan dia menambahkan, “Beliau tidak memisahkan sedikit pun darinya.” Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad waahin (lemah). Di dalam kitab al-Khulaashah, an-Nawawi mengatakan, “Sesungguhnya ia me-rupakan hadits bathil.”
Dan ada juga hadits yang semisal dari Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani, di dalam sanadnya terdapat kelemahan dan inqithaa’ (keterputusan). Al-Albani rahimahullah mengatakan, “Semua hadits yang diriwayatkan berkenaan dengan shalat sunnah Qabliyah Jum’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak ada yang shahih sama sekali, yang sebagian lebih dha’if dari sebagian yang lain. [1]
MENINGGALKAN SHALAT SUNNAH BA’DIYAH JUM’AT??
Di antara kaum muslimin ada yang meninggalkan shalat sunnah Ba’diyah Jum’at, baik karena malas maupun karena tidak tahu. Dan sebagian lagi tidak mengetahui bahwa shalat Jum’at itu memiliki shalat sunnah ba’diyah.
Diantara mereka ada juga yang tidak mau mengerjakan sholat ba’diyah jum’at dengan dalil Firman Allah :
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al Jumu’ah ayat 10)
Ada seseorang yang selama dua puluh tahun tidak pernah mengerjakan shalat sunnah Ba’ diyah Jum’at sama sekali. Wallahul musta’an. Ini jelas salah, dan ia dapat digolongkan sebagai orang yang mana disebutkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku.” [2]
Shalat sunnah Ba’diyah Jum’at itu empat ra-kaat, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat Jum’at, maka hendaklah dia mengerjakan shalat empat rakaat setelahnya.” [3]
Dan jika mau, dia juga boleh mengerjakan dua rakaat saja. Hal ini didasarkan pada riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar, di mana dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengerjakan shalat sunnah setelah Jum’at sehingga beliau pulang, lalu beliau mengerjakan shalat dua rakaat di rumah beliau.” [4]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengata-kan, “Jika mengerjakan shalat sunnah di masjid, beliau mengerjakan empat rakaat. Dan jika me-ngerjakan shalat sunnah di rumahnya, maka beliau mengerjakannya dua rakaat.” [5]
Dan dimakruhkan menyambung shalat Jum’at dengan shalat sunnah Ba’diyah tanpa pemisah antara keduanya, seperti pembicaraan (dzikir) atau keluar dari masjid.
Telah diriwayatkan oleh Muslim dari as-Sa’ib Radhyallahu ‘anhu, dia berkata, Aku pernah mengerjakan shalat Jum’at bersama Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu di dalam maqshurah .[6]
“Setelah imam mengucapkan salam, aku langsung berdiri di tempatku semula untuk kemudian mengerjakan shalat, sehingga ketika dia masuk dia mengutus seseorang kepadaku seraya berkata, “Janganlah engkau mengulangi perbuatan itu lagi. Jika engkau telah mengerjakan shalat Jum’at, maka janganlah engkau menyambungnya dengan suatu shalat sehingga engkau berbicara atau keluar (dari tempatmu), karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan hal tersebut kepada kita, yaitu tidak menyambung shalat Jum’at dengan shalat lainnya sehingga kita berbicara atau keluar.” [7]
[Disalin dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa' asy-Syaai’ah, Bab “75 Khatha-an fii Shalaatil Jumu’ah.” Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at, Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
__________
Foote Note
[1]. Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 232).
[2]. Shahih: Diriwayatkan al-Bukhari (no. 5063) dan Muslim (no. 1401).
[3]. Shahih: Diriwayatkan Muslim (no. 881).
[4]. Shahih: Diriwayatkan al-Bukhari (no. 937) dan Muslim (no. 882).
[5]. Dinukil oleh muridnya, Ibnul Qayyim di dalam kitab Zaadul Ma’aad, (I/440), dan dia
mengatakan, “Hal tersebut ditunjuk-kan oleh beberapa hadits.”
[6]. Maqshurah adalah sebuah ruangan yang dibangun di dalam masjid.
[7]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 883).

Tuesday, July 8, 2014

Menu Buka Puasa

Selamat datang di bulan Suci Ramadhan, bulan penuh berkah. Di bulan ini, umat Islam menunaikan ibadah puasa dan biasanya keluarga di rumah menyiapkan menu sahur dan berbuka untuk dinikmati bersama.


Nah, di bulan penuh berkah ini menu makanan menjadi lebih istimewa. Biasanya keluarga di rumah mulai mencari inspirasi resep buka puasa dan resep makanan dan minuman yang manis dan segar yang lebih dikenal dengan takjil.
Berikut 7 inspirasi menu buka puasa favorit:
  1. Kolak

    image
    Menu ini bisa jadi adalah menu wajib yang harus dimakan saat bulan puasa. Kolak merupakan perpaduan kuah santan yang dicampur dengan gula merah, pisang, singkong atau ubi manis membuat tubuh cukup bertenaga setelah seharian berpuasa. Variasi lain dari kolak adalah Kolak Biji Salak yaitu menggunakan ubi yang dicampur tepung sagu dan dibentuk menyerupai biji salak.
    Temkan berbagai inspirasi memasak dari kumpulan resep kolak.
  2. Bubur kacang Hijau

    image
    Buka puasa semakin asyik dengan semangkuk bubur kacang hijau hangat, apalagi jika ditambah daun pandan,maka keharumannya semakin menggoda. Kamu bisa memvariasikan dengan ketan, pisang bahkan dibuat es. Untuk variasi resep ini, kamu bisa temukan di kumpulan resep bubur kacang hijau.
  3. Puding

    image
    Di bulan Ramadhan, puding juga menjadi sajian favorit keluarga. Teksturnya lembut, warnanya menarik dan ada berbagai campuran rasa dari buah maupun sirup. Puding bisa dikreasikan dengan berbagai macam, mulai dari roti hingga biji gandum. Kamu bisa melihat berbagai macam resep puding di sini.
  4. Es Kelapa Muda

    image
    Tidak boleh ketinggalan, es kelapa muda adalah salah satu menu primadona untuk berbuka puasa. Minuman ini banyak dicari dan dimodifikasi dengan sirup atau dicampur dengan es jeruk. Berbagai inspirasi resep es kelapa muda bisa kamu temukan di sini.
  5. Kurma

    image
    Buah ini memang kecil namun sangat cocok untuk berbuka. Kandungan gula dan air serta mudah dikunyah membuat kurma sangat cocok untuk mengembalikan kadar gula dalam tubuh.
    Dapatkan inspirasi memasak dari kumpulan resep kurma.
  6. Es Buah

    image
    Berbuka puasa juga bisa dengan buah-buahan. Resep yang satu cukup mudah pembuatannya karena cukup mencampur berbagai macam buah sirup, dan es menjadi satu, Soal rasa, dijamin segar dan nikmat!
    Ayo, lihat aneka resep es buah untuk berbuka puasa di rumahmu.
  7. Bubur Sumsum

    image
    Bubur sumsum dapat dengan mudah kita temukan menjelang berbuka puasa. Perpaduan antara tepung beras, santan dan gula aren sangat tepat untuk menghilangkan lelah dan menambah tenaga. Temukan variasi resep bubur sumsum di sini.
    Wah, hidangan berbuka memang seru banget, apalagi kalau disantap bersama keluarga.
    Kalau sobat DapurMasak, apa sih menu buka puasa favorit kamu? Yuk, bagikan inspirasi menu berbuka favoritmu dengan tulis resep kamu sekarang!

Monday, July 7, 2014

HUKUM SERVIS HANDPHONE (HP)

Hukum Servis HP
Pertanyaan:
Aku bekerja dalam bidang servis HP, aku tidak memperdagangkan HP dan tidak mau memasukkan musik ke dalam HP namun aku hanya menyervis semua jenis HP baik berkamera ataupun tidak berkamera. Sebagaimana aku juga menjual spare part HP.
kondisi ekonomiku sangat pas-pasan sehingga saat ini aku tidak mungkin beralih profesi karena keterbatasan modal. Terbetik dalam hatiku bahwa uang yang kudapatkan dari servis HP adalah uang yang haram mengingat servis HP itu statusnya tak ubahnya servis televisi. Saat ini HP tidak hanya digunakan untuk keperluan komunikasi namun juga untuk mendengarkan musik, memotret, dan menyimpan video. Suatu hari aku menyervis HP yang dalam kondisi mati total saat kuperbaiki aku kaget ternyata di dalamnya terdapat film porno. Apa yang harus aku lakukan saat ini? Bolehkan aku melanjutkan profesiku?”
Jawaban:
Menjual dan menyervis benda yang bisa dipergunakan dalam kebaikan dan keburukan, dalam hal yang mubah ataupun haram itu perlu dirinci:
Pertama, boleh menjual atau menyervis barang tersebut untuk orang yang diyakini atau ada sangkaan kuat bahwa pemilik hanya akan memanfaatkannya dalam hal-hal yang mubah hukumnya.
Kedua, tidak boleh menjual atau pun menyervis barang semisal itu untuk orang yang diyakini atau kita punya sangkaan kuat pemiliknya akan menggunakannya dalam hal-hal yang haram.
ketiga, jika kondisi pemilik barang tidak diketahui maka yang menjadi patokan adalah menggunaan yang dominan untuk barang tersebut di suatu masyarakat. Jika yang dominan dalam suatu masyarakat adalah menggunakannya dengan penggunaan yang mubah, maka boleh. Jika tidak demikian, hukumnya haram. Penggunaan yang dominant untuk HP adalah dalam hal yang mubah, lain halnya dengan penggunaan televisi.
Berdasarkan uraian di atas maka pada dasarnya boleh bagi Anda menjalani profesi sebagai tukang servis HP dan menjual spare part-nya serta memberikan kursus servis HP.
Namun ada dua poin yang perlu diperhatikan:
pertama, sebaiknya Anda hanya berkutat sekitar fisik HP, jangan memorinya sehingga Anda terhindar dari melihat isi HP tersebut yang boleh jadi adalah konten yang haram.
Kedua, saat Anda kebetulan menjumpai konten yang jelas mungkar semisa gambar telanjang atau film porno wajib bagi Anda untuk menghapusnya dalam rangka mengingkari kemungkaran meski pemilik HP mengkomplain tindakan Anda tersebut. Saat dia komplain Anda berkewajiban untuk menasihatinya dan menjelaskan kepadanya haramnya konten-konten tersebut.”
Semoga bermanfaat.