KORUPSI DAN PENCEGAHANNYA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Oleh : Drs. H. Ahmad Supardi Hasibuan, MA.
Pendahuluan
Istilah korupsi adalah merupakan satu istilah yang cukup populer
akhir-akhir ini, khususnya setelah tumbangnya pemerintahan orde baru
dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto dan berganti dengan pemerintahan
reformasi dibawah kepemimpinan Presiden BJ.
Habibi, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri dan saat ini dibawah
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Hal ini disebabkan oleh
adanya dugaan kuat dan pasti, bahwa keterpurukan bangsa Indonesia dalam
berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara adalah disebabkan
korupsi yang dilakukan oleh pemerintah pada setiap tingkatan. Korupsi
ini bukan hanya pada satu tingkat tertentu saja, akan tetapi korupsi ini
sudah merambah, merajalela dan merasuki semua lini kehidupan, sehingga
pencegahan dan pemberantasannyapun memerlukan langkah-langkah sistemik
dan komprehensif.
Salah satu lembaga independent yang bergerak dalam bidang penelitian
ekonomi yang berasal dari Hongkong yang bernama Independent Commite Anti
Corruption (ICAC), melansir bahwa Indonesia termasuk dalam 10 besar
negara paling korup di dunia. Bahkan, belakangan menurut hasil survei
Global Corruption Index, maupun International Country Risk Guide Index,
tahun 1999 dan 2000, Indonesia menempati ranking ketiga dalam bidang
korupsi di dunia. Sementera di level Asia, Indonesia menempati ranking
pertama. Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian Transparancy
International (TI) yang bermarkas di Berlin, bahwa 10 negara paling
korup tersebut adalah Nigeria, Pakistan, Kenya, Bangladesh, Cina,
Kamerun, Venezuela, Indonesia, Rusia dan India. Hasil survei tersebut
tidak beranjak membaik, tetapi tetap saja menempatkan Indonesia sebagai
negara terkorup di Asia dan nomor 5 di dunia hingga tahun 2004 yang
lalu.
Perbuatan korupsi sebagaimana tersebut di atas, diperparah lagi dengan
maraknya saudara kembar korupsi, yaitu kolusi dan nepotisme (KKN),
akibatnya lengkaplah sudah tikus-tikus busuk yang setia setiap saat
menggerogoti bangsa Indonesia dan menghantarkannya ke jurang
keterpurukan yang sangat mengerikan, sehingga bangsa Indonesia tidak
diperhitungkan lagi sebagai sebuah negara yang berperadaban di antara
negara-negara lainnya di dunia. Yang sangat menyedihkan adalah Indonesia
yang sarat dengan KKN nya itu mayoritas penduduknya adalah beragama Islam. Maka dapat dipastikan bahwa yang melakukan KKN ria
itu adalah ummat Islam, sebab ummat Islam adalah penduduk mayoritas
dari negeri ini. Kalaupun pelakunya bukan semuanya ummat Islam, tetapi
orang lain secara aklamasi akan mengatakan bahwa yang korupsi itu adalah
ummat Islam, sebab penduduk mayoritasa negeri ini adalah ummat Islam
dan ini adalah merupakan resiko dari penduduk mayoritas.
Memang harus diakui bahwa dampak negatif yang ditimbulkan praktek-praktek KKN itu
amat banyak dan sangat merugikan masa depan suatu bangsa. Robert
Klitgaard dalam bukunya Membasmi Korupsi menyatakan bahwa ada empat
dimensi akibat KKN, yaitu :
1.Inefisiensi, terjadi pemborosan sumber-sumber, menciptakan keburukan-keburukan umum dan mengancaukan kebijakan.
2.Distribusi, mengalokasikan kembali sumber-sumber kepada kaum kaya dan
penguasa, kepada militer atau polisi, atau orang-orang yang mempunyai
kekuasaan monopoli.
3.Insentif-insentif, mengacaukan tenaga pegawai dan warga negara ke arah
usaha mencari upaha korupsi yang secara sosial tidak produktif,
menciptakan resiko, mendorong langkah-langkah pencegahan yang tidak
produktif, sehingga investasi menjauhi wilayah-wilayah yang memiliki
korupsi tinggi.
4.Politik, menimbulkan alienasi dan sinisme masyarakatr serta menciptakan ketidak stabilan masyarakat.
Untuk mengantisipasi penularan wabah dari penyakit korupsi itu
sekaligus untuk mencegah dan menanggulanginya, maka diperlukan
langkah-langkah sistematis dan bersama oleh semua komponen bangsa baik
perorangan maupun secara kelembagaan untuk mengambil langkah-langkah
antisipatif, sehingga penularan wahab penyakit korupsi itu dapat ditekan
seminimal mungkin, kalau tidak dihilangkan sama sekali. Untuk
melaksanakan hal ini, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang lalu, Pimpinan
Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdhatul Ulama mendeklarasikan
Nota Kesepakatan Bersama Gerakan Sosial Anti Korupsi. Nota Kesepakatan
ini berisi komitmen bersama untuk berjuang dan berjihad bersama dengan
sungguh-sungguh untuk melawan peraktek korupsi di segala bidang, serta
menginstruksikan kepada seluruh pengurus di semua tingkatan agar
terlibat secara aktif dalam mensosialisasikan gerakan tersebut.
Dekalarasi Nota Kesepakatan Gerakan Sosial anti Korupsi tersebut
disambut antusias oleh seluruh elemen lapisan bangsa termasuk di
dalamnya partai politik.
Mengingat bahwa persoalan korupsi ini sudah menjadi semacam wabah
penyakit dan seluruh elemen masyarakat telah mempunyai komitmen bersama
untuk mencegah dan menanggulanginya, maka penulis merasa berkepentingan
untuk membahas hal ini dari sudut pandang hukum Islam untuk dijadikan
makalah dalam dalam mata kulliah Masailul Fiqhiyah.
Pengertian Korupsi
Istilah korupsi sebenarnya bukan istilah yang berasal dari istilah
yang terdapat dalam bahasa Arab; bahasa Kitab Suci al-Quran, dan bukan
pula istilah yang berasal dari bahasa Indonesia, hanya saja sudah
menjadi bahasa Indonesia. Kata korupsi berasal dari bahasa Inggris yaitu
Corrupt yang secara harfiah berarti disuap, jahat, buruk, curang, atau
merusak. Di dalam kamus bahasa Indonesia, korupsi berarti perbuatan
busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan lain
sebagainya.
Istilah ini kemudian dikaitkan dengan perilaku jahat, buruk atau curang
dalam hal keuangan dimana individu berbuat curang ketika mengelola uang
milik bersama. Oleh karena itulah maka korupsi adalah merupakan
pemanfaatan dana publik yang seharusnya untuk kepentingan umum dipakai
secara tidak sah untuk memenuhi kebutuhan peribadi. Dan inilah istilah
korupsi yang lazim dipakai dalam istilah sehari-hari.
Korupsi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dalam terminologi Islam dikenal istilah yang hampir sama dengan korupsi
yaitu Risywah (suap), hanya saja risywah ini hanya menyangkut sebahagian
dari istilah korupsi yaitu suap menyuap antara seseorang dengan orang
lain dengan imbalan uang tertentu guna memperoleh pekerjaan atau
jabatan. Istilah korupsi ini jauh lebih dari sekedar suap menyuap sebab
korupsi termasuk di dalamnya manipulasi, pungli, mark up, dan pencairan
dana pubik secara terselubung dan bersembunyi di balik dalil-dalil
konstitusi, dengan niat untuk memperoleh keuntungan yang lebi besar
secara tidak sah dari apa yang seharusnya diperoleh menurut kadar dan
derajat pekerjaan seseorang.
Namun demikian sekalipun istilah korupsi berasal dari bahasa asing dalam
hal ini bahasa Inggris, istilah korupsi ini telah menjadi sebuah
istilah yang sangat akrab di telinga kita, baik dalam kehidupan kita
sebagai ummat, sebagai bangsa maupun sebagai negara. Bahkan saking
akrabnya istilah ini dengan kita, pekerjaan korupsi sudah menjadi suatu
yang lumrah dan biasa dalam perilaku sehari-hari, akibatnya yang
melakukan korupsi kita anggap biasa-biasa saja, dan bahkan akan
dijunjung setinggi langit manakala uang yang dikorupsi itu disumbangkan
untuk kepentingan sosial, baik sosial keagamaan maupun soisial
kemasyarakatan. Padahal kita semua tahu dan sadar bahwa yang menyebabkan
keterpurukan bangsa dan negara ini ke jurang kehancuran adalah
disebabkan peraktek korupsi yang dilakukan oleh seuruh lapisan
masyarakat, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi,
baik secara perorangan maupun secara berjamaah. Kitapun tidak pernah
menolak sumbangan orang untuk kegiatan sosial yang bersumber dari
korupsi, sikap kita justru sebaliknya.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa korupsi itu adalah
merupakan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang
lain dan atau koprorasi, ataupun dapat disebut sebagai pemanfataan dana
publik untuk kepentingan peribadi secara tidak sah (melawan hukum).
Sebagai contoh dalam masalah ini adalah mempergunakan uang negara dan
atau pasilitas negara untuk kepentingan peribadi, keluarga dan ataupun
golongan tertentu, yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan
negara.
Penyebab Terjadinya Korupsi
Korupsi sebagaimana digambarkan di atas telah menjadi sebuah peraktek
kebiasaan di kalangan masyarakat dan pemerintah yang sulit dicegah dan
dibendung penularannya. Hal ini adalah merupakan sebuah akibat langsung
dari kondisi riel masyarakat Indonesia yang sangat rendah mentalitasnya
yang barangkali dapat disebabkan oleh minimnya penghasilan, rendahnya
pengetahuan dan pengamalan agama, sikap tamak dan rakus yang menghantui
setiap anggota masyarakat dan lain-lain sebagainya. Kondisi riel inilah
barangkali yang menyebabkan suburnya peraktek korupsi pada masyarakat
dan pemerintah.
Untuk lebih lanjut dalam masalah ini dapat diuraikan penyebab-penyebab
terjadinya peraktek korupsi, antara lain adalah sebagai berikut :
1.Lemahnya Keyakinan Agama
Lemahnya keyakinan agama adalah merupakan salah satu faktor penyebab
seseorang melakukan korupsi. Kita semua mengetahui bahwa penduduk
Indonesia 100 adalah beragama dan 88 di antaranya adalah
penganut agama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa sesunguhnya
pelaku-pelaku korupsi itu adalah orang yang memiliki dan meyakini agama,
dan sebahagian besar di antaranya adalah penganut agama Islam. Atas
dasar itu dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya pelaku tindak pidana
korupsi itu adalah penganut agama Islam. Padahal sesungguhnya ajaran
agama Islam itu dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar
termasuk di dalamnya mencegah perbuatan korupsi. Yang jadi masalah
adalah ada beberapa orang tertentu yang rajin melaksanakan ibadah sesuai
ajaran agamanya, namun peraktek korupsinya tetap juga jalan. Hal ini
disebabkan oleh karena pelaksanaan ajaran agama itu tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan sekaligus tidak mendalami makna yang
terkandung dalam ibadah itu. Akibatnya ibadah yang dilaksanakan baru
sebatas ibadah ritual ceremonial, belum menjalankan ibadah sebagai
ibadah ritual dan aktual.
2.Pemahaman Keagamaan yang keliru
Pemahaman keagamaan yang keliru yang dimaksudkan di sini adalah
adanya satu pemahaman bahwa setiap berbuat satu kebaikan akan diberikan
pahalanya tujuh ratus kali lipat pada satu pihak, sebagaimana
tercermin dalam Firman Allah SWT :
Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di Jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui.
Dan adanya pemahaman bahwa berbuat satu kejahatan akan diberikan satu
ganjaran / balasan pada pihak yang lain. Kedua pemahaman ini
digabungkan menjadi satu dalam hal kejahatan. Akibatnya seseorang
berpikir bahwa kalau dia melakukan korupsi Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) akan diberikan dosa sebanyak seratus juta dosa. Untuk itu
maka dia berpikir alangkah baiknya uang yang dikorupsi itu disedekahkan
sebanyak Rp. 1.000.000,00 (Satu juta rupiah) dan akan mendapatkan pahala
sebanyak 700.000.000,00 kebaikan. Dan masih untung sebanyak
600.000.000,00 kebaikan. Padahal dia tidak sadar bahwa uang yang
disedekahkan itu harus bersumber dari yang halal, bukan dari yang haram
sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : Tidak diterima sholat seseorang kecuali dalam keadaan suci
dan tidak diterima sedekah seseorang yang bersumber dari penipuan.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya pemahaman yang keliru tentang
ganjaran pahala dan dosa yang dipahami oleh seseorang, akibatnya dia
rajin korupsi dan rajin pula memberikan infaq/shodaqah.
3.Adanya Kesempatan dan Sistem yang Rapuh
Seseorang melakukan tindak pidana korupsi salah satunya adalah
disebabkan adanya kesempatan dan peluang serta didukung oleh sistem yang
sangat kondusif untuk berbuat korupsi. Adanya kesempatan dan peluang
itu antara lain adalah dalam bentuk terbukanya kesempatan dan peluang
untuk berbuat korupsi karena tidak adanya pengawasan melekat dari
atasannya dan terkadang justru atasannya mengharuskan seseorang untuk
berbuat korupsi. Atau bisa dalam bentuk sistem penganggaran yang memang
mengharuskan seseorang berbuat korupsi seperti diperlukannya uang
pelicin untuk menggolkan anggaran kegiatan, atau dalam bentuk lain
diperlukannya uang setoran kepada atasan di akhir pelaksanaan kegiatan.
4.Mentalitas yang rapuh
Mentalitas ataupun sikap mental yang rapuh adalah disebabkan
pengetahuan dan pengamalan agama yang kurang, disamping
penyebab-penyebab lainnya. Apabila pengetahuan dan pengamalan agama
seseorang baik, maka dapat dipastikan bahwa sikap mental orang tersebut
akan baik, namun demikian tidak semua yang bermental baik berarti
memiliki pengetahuan dan pengamalan agama yang baik, sebab masih banyak
penyebab-penyebab lainnya yang menyebabkan seseorang bermental baik.
Perlu diketahui bahwa faktor mentalitas ini adalah merupakan faktor yang
paling dominan yang menyebabkan terjadinya korupsi, sebab dalam
kenyataannya yang melakukan peraktek korupsi itu biasanya yang paling
tinggi jabatannya, disamping yang mempunyai peluang dan kesempatan untuk
melakukannya.
5.Faktor Ekonomi / Gaji Kecil
Faktor ekonomi / gaji kecil ditengarai adalah salah satu faktor
penyebab orang melakukan korupsi, sebab bagaimana mungkin seseorang
tidak melakukan korupsi, sementara gajinya relatif kecil, kebutuhannya
banyak, dan dia mengelola uang. Sebagaimana diketahui bahwa gaji Pegawai
Negeri Sipil di Indonesia adalah merupakan salah satu gaji terendah di
dunia dan jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga
Singapura dan Malaysia, akibatnya untuk mencari tambahan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan anak-anak sekolah, maka dicarilah
jalan pintas dengan mengambil uang negara secara tidak sah (melawan
hukum). Hal ini sepintas kilas dapat dibenarkan, tetapi karena yang
melakukannya hampir semua orang yang mempunyai kesempatan dan peluang,
maka keuangan negara habis dikorupsi orang-orang tertentu untuk
selanjutnya dinikmati oleh orang-orang tertentu pula.
6.Faktor Budaya
Adalah sebuah kebiasaan bagi kita orang Indonesia bahwa setiap
seseorang menjadi pejabat tinggi dalam sebuah pemerintahan, maka yang
bersangkutan akan menjadi sandaran dan tempat bergantung bagi
keluarganya, akibatnya dia diharuskan melakukan perbuatan korupsi untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya tersebut, apalagi permintaan
akan kebutuhan itu datang dari orang yang sangat berpengaruh bagi
dirinya seperti mamak umpamanya. Selain daripada itu dalam budaya kita
akan dianggap bodoh seseorang manakala dia tidak mempunyai apa-apa di
luar penghasilannya, sementara dia menduduki suatu jabatan penting,
akibatnya dipaksa untuk melakukan korupsi.
7.Faktor Kebiasaan dan Kebersamaan
Peraktek korupsi sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi yang mempunyai
peluang dan kesempatan melakukannya, ditambah lagi peraktek korupsi ini
telah dilakukan oleh banyak orang, dan bahkan dilakukan secara
berjamaah. Akibatnya peraktek ini menjadi kebiasaan yang tak perlu
diusik dan diutak-atik. Akhirnya terjadilah pembiasaan terhadap yang
salah, padahal seharusnya kita membiasakan yang benar dan bukan
membenarkan yang biasa apalagi perbuatan yang salah itu merugikan dan
menjadi wabah penyakit serius bagi bangsa Indonesia seperti korupsi.
Kebiasaan ini harus dicegah dan bila perlu dibasmi sampai ke
akar-akarnya, sehingga hilang sama sekali dari bumi Indonesia.
8.Penegakan Hukum yang Lemah
Orang tidak kapok melakukan korupsi secara berulang-ulang, salah satu
penyebabnya adalah karena tidak adanya sanksi hukum yang jelas yang
diberikan kepada pelaku korupsi, padahal hukuman terhadap mereka telah
diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi
karena penegakan hukumnya lemah, ditambah dengan aparat penegak hukumnya
juga pelaku korupsi, maka pelaku korupsi tadi tidak merasa jera dengan
perbuatannya dan bahkan semakin menjadi-jadi, akibatnya menjadi sebuah
kebiasaan yang sulit dihindari apalagi untuk dihentikan.
9.Hilangnya Rasa Bersalah
Seorang koruptor tidak merasa bersalah atas perilakunya memakan uang
negara, sebab dia merasa bahwa korupsi tidak sama dengan mencuri.
Baginya korupsi berbeda dengan mencuri. Orang seperti ini sering
berdalih, kalau yang dirugikan itu negara maka negara tidak bisa
bersedih apalagi menangis, apalagi saya ini termasuk bahagian dari
negara. Kalau yang dicuri uang rakyat, maka rakyat yang mana ? sebab
saya sendiri juga adalah rakyat, hal itu berarti bahwa saya juga mencuri
uang saya sendiri. Akibatnya para pelaku korupsi itu tidak pernah
merasa bersalah atas perbuatannya, padahal kalaulah ia merasa bersalah
atas perbuatannya maka besar kemungkinan ia akan mengembalikan uang yang
dikorupsinya itu atau minimal dia tidak akan mengulangi lagi
perbuatnnya di kemudian hari. Perasaan hilangnya rasa bersalah atau
tidak punya rasa malu ini, harus ditumbuh kembangkan lagi, sehingga
menjadi bahagian dari hidup ataupun menjadi budaya bangsa. Namun inilah
yang sudah hilang dari diri bangsa ini.
10.Hilangnya Nilai Kejujuran
Nilai kejujuran adalah merupakan satu asset yang sangat berharga bagi seseorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, sebab
kejujuran akan mampu menjadi benteng bagi seseorang untuk menghindari
perbuatan-perbuatan munkar seperti perbuatan korupsi ini. Hanya saja
memang harus diakui bahwa nilai-nilai kejujuran telah hilang dari
pelaku-pelaku korupsi itu. Oleh karena itulah maka sejak kecil dalam
rumah tangga sudah harus ditanamkan nilai-nilai kejujuran kepada
anak-anak sesuai dengan hadis Nabi, Katakanlah yang benar itu walau
pahit sekalipun.
11.Sikap Tamak dan Serakah
Sikap tamak dan serakah adalah merupakan dua sikap yang sering
menjerumuskan ummat manusia ke jurang kehinaan dan keghancuran sebab
kedua sikap ini mengantar manusia kepada sikap tidak pernah merasa puas
dan tidak pernah merasa cukup sekalipun harta yang telah dimilikinya
sudah melimpah ruah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Quran :
Artinya : Bagi orang-orang yang memenuhi seruan TuhanNya,
(disediakan) pembalasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi
seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di
bumi, dan ditambah sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka
akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan
baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahannam dan
itulah seburuk-buruk tempat kembali.
12.Ingin Cepat Kaya, Tanpa Usaha dan Kerja Keras
Korupsi cepat tumbuh da berkembang biak dengan pesat adalah
disebabkan sikap manusia yang ingin cepat mendapatkan kekayaan, tanpa
melalui usaha dan kerja keras, akibatnya korupsi menjadi pilihan utama
untuk dilaksanakan, sebab pekerjaan korupsi tidak memerlukan kerja keras
dan tidak memerlukan waktu lama. Dalam sekejap seseorang bisa cepat
kaya dan mendapat harta yang berlimpah ruah, hanya dengan melakukan
korupsi. Korupsi nampaknya menjadi jalan pintas untuk mendapatkan harta
kekayaan yang berlimpah, padahal dalam konsep agama Islam, untuk
mendapatkan harta kekayaan haruslah melalui kerja keras dan halal.
13.Terjerat Sifat Materialistik, Kapitalistik dan Hedonistik
Materialistik, Kapitalistik dan hedonistik adalah tiga sifat yang
siap siaga mengantarkan ummat manusia untuk menghalalkan segala macam
cara agar mendapatkan harta yang berlimpah. Harta yang berlimpah inipun
tidak pernah merasa puasa dan cukup, selalu kehausan dan kekurangan
setiap saat. Sudah punya mobil satu maka ingin punya mobil dua, sudah
punya mobil dua maka iapun berhasrat untuk memiliki tiga dan seterusnya,
akibatnya apapun dilakukan untuk mendapatkannya termasuk di dalamnya
dengan melakukan korupsi yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat dan
negara. Oleh karena itulah maka Nabi memperingatkan kepada yang haus
akan harta melalui sabda beliau :
Artinya : Rasulullah SAW bersabda, :
Celakah hamba dinar dan hamba dirham, hamba permadani, dan hamba baju.
Apabila ia diberi maka ia puas dan apabila ia tidak diberi maka iapun
menggerutu kesal.
Bentuk-Bentuk Korupsi
Korupsi sebagaimana dalam pembahasan tersebut di atas adalah merupakan
sebuah penyalahgunaan wewenang ataupun kekuasaan dari kepentingan publik
kepada kepentingan peribadi, kelompok dan atau golongan yang dapat
merugikan kekayaan negara ataupun perekonomian negara. Penyalahgunaan
wewenang ini dapat diperluas bukan hanya dalam lingkup pemerintahan
semata. Tetapi juga dalam semua lingkup kehidupan masyarakat seperti
lembaga sosial kemasyarakatan. Oleh karena itulah maka Syeh Husen Alatas
dalam bukunya Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, menyatakan bahwa inti
dari korupsi itu adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan
peribadi.
Lebih lanjut Syed Husen Alatas menyatakan bahwa korupsi itu dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bentuk, sebagai berikut :
1.Korupsi Transaktif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang
dilakukan atas dasar kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan
pihak penerima dari keuntungan peribadi masing-masing pihak dan kedua
pihak sama-sama aktif melakukan usaha untuk mencapai keuntungan
tersebut.
2.Korupsi Ekstortif (Memeras). Korupsi ini adalah suatu bentuk
korupsi dimana terdapat unsur paksaan, yaitu pihak pemberi dipaksa untuk
melakukan penyuapan guna mencegah terjadinya kerugian bagi dirinya,
kepentingannya, orang-orang, atau hal-hal yang penting baginya.
3.Korupsi Nepotistik (Perkerabatan). Korupsi ini adalah suatu bentuk
korupsi dengan melakukan penunjukan secara tidak sah terhadap kawan atau
kerabat untuk memegang suatu jabatan publik, atau tindakan yang
memberikan perlakuan istimewa dalam bentuk uang atau bentuk lain kepada
mereka secara bertentangan dengan norma atau ketentuan yang berlaku.
4.Korupsi Investif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang
berwujud pemberian barang atau jasa tanpa ada keterkaitan langsung
dengan keuntungan tertentu, melainkan mengharapkan suatu keuntungan yang
akan diperoleh di masa depan.
5.Korupsi Suportif (Dukungan). Korupsi ini adalah suatu bentuk
korupsi yang berbetuk upaya penciptaan suasana yang dapat melanggengkan,
melindungi dan memperkuat korupsi yang sedang dijalankan.
6.Korupsi Autogenik. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang
dilakukan secara individual untuk mendapatkan keuntungan karena memahami
dan mengetahui serta mempunyai peluang terhadap obyek korupsi yang
tidak diketahui oleh orang lain.
7.Korupsi Defensif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang
dilakukan oleh korban korupsi dalam rangka mempertahankan diri terhadap
upaya pemerasan terhadap dirinya.
Mengingat bahwa peraktek korupsi yang sudah menjadi kebiasaan bagi
masyarakat ini menyebabkan bahwa korupsi itu dianggap biasa-biasa saja,
sekalipun dampak yang ditimbulkannya sangat besar dan luas biasa.
Korupsi seperti perbuatan jahat pada umumnya adalah merupakan sesuatu
yang berbau busuk dan bahkan sangat busuk, namun karena sudah menjadi
kebiasaan maka kebusukannya itu tidak terasa lagi di hidung sebab sudah
kebiasaan dan bahkan sudah menjadi bahagian dari kebusukan itu. Sebagai
contoh orang yang sudah lama berada di kandang sapi, dia tidak lagi
merasa bau dengan kotoran sapi itu sebab kandang dan kotoran sapi itu
sudah menjadi kebiasaan baginya dan bahkan sudah menjadi bahagian dari
hidupnya sehari-hari.
Padahal kalau kita ikuti analisis para pakar, dampak negatif yang
ditimbulkan dari peraktek korupsi itu sangat banyak dan luar biasa,
antara lain adalah :
1.Hilangnya modal finansial. Hal ini disebabkan karena korupsi telah
menguapkan pendapatan resmi negara dari sektor pajak, keuntungan BUMN dan
sumber-sumber lainnya. Sementara harapan untuk masuknya investasi dan
modal asing menjadi sulit dikarenakan situasi dan iklim keuangan tidak
sehat yang ditandai dengan maraknya pungli dan peraktek korup lainnya.
Akibatnya segala biaya akan menjadi tinggi, karena banyak hal-hal yang
harus dibayar yang seharusnya tidak perlu dibayar.
2.Hilangnya modal sosial. Hilangnya modal sosial yang merupakan
jaringan hubungan dan kepercayaan yang penting artinya bagi berjalannya
roda pemerintahan negara dan keadilan bagi masyarakat. Maraknya demo
dalam masyarakat untuk memperotes kebijakan publik tertentu merupakan
indikasi hilangnya atau paling tidak melemahnya kepercayaan masyarakat
terhadap pemangku jabatan publik.
3.Hilangnya modal insani. Hilangnya modal insani ini akibat
pembangunan manusia yang tidak sukses karena kekurangan biaya finansial.
Pendidikan semakin mahal karena negara tidak mempunyai biaya yang cukup
untuk mendanai pendidikan. Pelayanan kesehatan selain karena
kualitasnya yang buruk, juga tidak dapat dijangkau oleh lapisan
masyarakat bawah, sementara pemerintah tidak mempunyai dana yang cukup
untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.
Pandangan Hukum Islam
Istilah korupsi sebagaimana disebutkan di atas adalah merupakan
sebuah istilah yang telah akrab dengan kehidupan kita sehari-hari, namun
sebagaimana juga disebutkan pada pembahasan terdahulu bahwa istilah
korupsi bukanlah merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab yang
adalah merupakan bahasa al-Quran dan Al-Hadis yang adalah merupakan
sumber utama hukum Islam. Namun demikian di dalam al-Quran terdapat
istilah-istilah yang pengertian dan unsurnya terkandung di dalam
pengertian korupsi.
Istilah-istilah tersebut adalah Risywah yang artinya suap, Saraqah
yang artinya Pencurian, al-Gasysy ataupun al-Ghulul yang artinya
Penipuan, dan Khiyanah yang artinya Penghianatan. Keempat istilah ini
adalah merupakan bahasa moral dan kemanusiaan yang secara tegas
terkandung dalam al-Quran dan al-Hadis Rasulullah SAW.
Secara teoritis kedudukan korupsi dalam hukum Islam adalah merupakan
tindakan kriminal yang dalam istilah Islam disebut dengan Jinayah dan
atau Jarimah. Asas legalitas hukum Islam tentang korupsi sangatlah jelas
dan tegas. Ia merupakan suatu tindakan pencurian dan karenanya pelaku
korupsi haruslah dihukum. Di dalam al-Quran Allah SWT berfirman :
Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.
Dari ayat tersebut di atas dapatlah kita pahami bahwa Allah SWT sangat
melarang hambanya untuk mengambil dan memakan harta yang diperoleh dari
jalan yang tidak benar. Selain itu, ayat tersebut juga bermakna bahwa
Allah SWT membenci dan melarang hambaNya untuk
menguasai harta orang lain tanpa melalui cara-cara yang benar.
Perlindungan terhadap harta adalah merupakan salah satu pokok
pertimbangan dalam menetapkan hukum Islam yang terkenal dengan Asasul
Khomsah (prinsip-prinsip yang lima) yaitu memelihara agama, memelihara
jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan / kehormatan dan memelihara
harta .
Selain itu korupsi adalah salah satu bentuk pengkhianatan terhadap
agama sebab ia mengkianati amanah yang dibebankan di pundaknya. Ia juga
menyelewengkan dan menyalahgunakan tugas dan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya. Oleh karena itu ia harus dihukum dan diberikan
sanksi hukum yang jelas dan berat sebab dalam hal ini ada dua dosa yang
dia pikul. Pertama adalah dosa kepada bangsa dan negara sebab dia
menyalahgunakan keuangan dan perekonomian negara, dan kedua adalah dosa
kepada Allah SWT sebab dia mengkhianati amanah yang dibebankan kepadanya. Di Dalam al-Quran Allah SWT berfirman :
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetakan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Di dalam ayat lain disebutkan :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
Di dalam salah satu Hadis Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Laksanakanlah amanah kepada orang yang memberikannya
kepadamu dan janganlah kamu melakukan pengkhianatan (sekalipun) terhadap
orang yang pernah mengkhianatimu.
Di dalam hadis lain juga disebutkan :
Artinya : Tidak sempurna iman seseorang yang tidak amanah dan tidak sempurna agama seseorang yang tidak menunaikan janji.
Korupsi dalam pandangan agama Islam dapat juga dimasukkan dalam
kategori al-Gosysy dan atau al-Ghulul (penipuan), sebab korupsi
termasuk dalam kategori menipu orang banyak ataupun menipu negara untuk
kepentingan peribadinya.
Di dalam salah satu hadis, Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Siapa yang menipu, maka dia tidak termasuk ummatKu.
Pada hadis lain disebutkan :
Artinya : Tidak diterima sholat seseorang kecuali dalam keadaan suci
dan tidak sah sedekah seseorang yang bersumber dari penipuan.
Selain hal tersebut di atas, korupsi sangat dekat dengan istilah
Risywah (suap menyuap) dalam ajaran agama Islam, sebab korupsi itu salah
satu bentuknya adalah melakukan penyuapan atas seseorang dengan imbalan
tertentu untuk mendapatkan jabatan tertentu pula. Masalah suap menyuap
ini mendapat perhatian yang sangat serius dari Rasulullah SAW, sehingga banyak sekali hadis-hadis yang disampaikan oleh Rasulullah SAW berkaitan dengan suap menyuap (risywah).
Di dalam salah satu hadis, Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Dari Abdullah ibnu Amar berkata : Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan penerima suap.
Al-Khatibi Rahimahullohu dalam Syarh Sunan Abu Daud yang berjudul
Maalim As-Sunan berkata, Ar-Rosyi adalah orang yang memberikan suap dan
al-Murtasyi adalah orang yang menerima suap. Keduanya diberi hukuman
kalau mereka benar terlibat dalam persekongkolan suap menyuap dengan
maksud bathil dari orang yang menyuap, dan memberikannya pada orang yang
menerima dengan cara yang tidak benar pula. Tapi jika memberikannya
pada orang yang berhak, atau memberi untuk menebus dirinya dari suatu
kezhaliman, maka hal itu tidak dilarang.
Atas dasar penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dan menghubungkannya
dengan sumber-sumber hukum Islam, baik yang tertuang dalam al-Quran
maupun dalam al-Hadis, maka dapat disimpulkan bahwa korupsi hukumnya
adalah HARAM. Keharamannya ini bersifat mutlak
dan tidak dapat ditawar-tawar lagi, apalagi di dalamya terdapat dua
dosa sekaligus yaitu pertama, dosa kepada bangsa dan negara dan yang
kedua dosa kepada Allah SWT.
Upaya Penanggulangannya
Memberantas korupsi bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi di bumi
Indonesia tercinta ini, sebab peraktek korupsi sudah menjadi semacam
wahab penyakit yang senantiasa menggerogoti tubuh manusia dan terjadi
pada semua lini dan sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itulah maka tidak salah apabila ada yang mengatakan bahwa
korupsi sudah menjadi bahagian dari budaya bangsa Indonesia. Dengan
demikian maka untuk mencegah dan memberantasnyapun bukanlah merupakan
pekerjaan mudah bagaikan membalik telapak tangan, akan tetapi diperlukan
keseriusan, keterpaduan dan komitmen dari pemerintah dan aparat penegak
hukum dan bila perlu bangsa Indonesia harus menyatakan perang terhadap
korupsi, sebab tanpa ini maka mustahil korupsi dapat dibasmi dibumi
nusantara.
Adapun cara-cara yang dapat ditempuh untuk memberantas korupsi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Pertama, Meningkatkan Penghayatan Ajaran Agama
Meningkatkan pengetahuan, pengamalan dan penghayatan ajaran agama
kepada para pemeluknya, sehingga ummat beragama dapat menangkap intisari
daripada ajaran agama itu dan dampak positif dari ajaran agama itu
dapat diresapi hingga melekat pada tindak tanduk serta perilaku
masyarakat. Dengan demikian maka ibadah yang dilakukan oleh seseorang
bukan hanya bersifat ritual ceremonial belaka, akan tetapi ibadah itu
dilaksanakan bersifat ritual aktual.
Kedua, Meluruskan Pemahaman Keagamaan
Meluruskan pemahaman keagamaan yang dimaksudkan di sini adalah
meluruskan pemahaman keagamaan bahwa memberikan sesuatu infaq/shodaqah
kepada siapa sajapun itu akan mendapatkan pahala manakala uang ataupun
harta yang diinfakkan/disedekahkan itu berasal dari yang halal dan bukan
berasal dari yang haram. Apaabila uang / harta itu berasal dari yang
halal maka barulah satu kebaikan mendapatkan pahala tujuh ratus kali
lipat, sebagaimana tercermin dalam Firman Allah SWT :
Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di Jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui.
Dan apabila sebaliknya (berasal dari yang haram) maka
infaq/shodaqahnya itu tidak akan mendapatkan ganjaran apa-apa kecuali
ganjaran kejahatan/dosa, sebagaimana hadis Nabi :
Artinya : Tidak diterima sholat seseorang kecuali dalam keadaan suci
dan tidak diterima sedekah seseorang yang bersumber dari penipuan.
Ketiga, Merubah Sistem
Sebagaimana disebutkan di muka bahwa seseorang melakukan tindak
pidana korupsi salah satunya adalah disebabkan adanya kesempatan dan
peluang yang didukung oleh sistem yang sangat kondusif untuk berbuat
korupsi. Untuk itu maka sistem itu harus dirubah dan diperbaiki sehingga
setiap orang tidak mempunyai kesempatan dan peluang untuk berbuat
korupsi. Salah satu bentuik yang harus diperbaiki adalah adanya
pengawasan melekat dari atasannya, tidak adanya uang pelicin, uang
setoran dan lain sebagainya.
Keempat, Meningkatkan Mentalitas
Merubah dan meningkatkan mentalitas bangsa Indonesia dari mentalitas
yang rapuh menjadi mentalitas yang kuat dan tahan banting. Untuk
meningkatkan mentalitas ini dapat dilakukan melalui peningkatan
pengetahuan dan pengamalan agama, sebab apabila pengetahuan dan
pengamalan agama seseorang baik, maka dapat dipastikan bahwa sikap
mental orang tersebut akan baik, namun demikian tidak semua yang
bermental baik berarti memiliki pengetahuan dan pengamalan agama yang
baik, sebab masih banyak penyebab-penyebab lainnya yang menyebabkan
seseorang bermental baik.
Kelima, Meningkatkan Penghasilan
Meningkatkan perekonomian dan atau gaji pegawai sesuai dengan
kebutuhan hidup di masyarakat adalah merupakan salah satu langkah
penting yang harus dilakukan dalam rangka menghilangkan perilaku korupsi
sebab harus diakui bahwa gaji pegawai saat ini tidak mencukupi untuk
hidup layak. Gaji yang diterima itu hanya cukup untuk satu atau dua
minggu, makanya para pegawai berusaha untuk mendapatkan tambahan yang
salah satunya melalui korupsi. Gaji pegawai ini seharusnya diberikan
sampai dia bisa mampu menyekolahkan anaknya dan juga bisa menyimpan /
menabung untuk keperluan hari tuanya. Dan bahkan pegawai negeri itu
harus diberikan gaji sehingga dia bisa hidup layak sebagaimana yang
lainnya dengan fasilitas yang memadai.
Keenam, Merubah Budaya yang Mendorong Korupsi
Adalah sebuah kebiasaan bagi kita orang Indonesia bahwa setiap
seseorang menjadi pejabat tinggi dalam sebuah pemerintahan, maka yang
bersangkutan akan menjadi sandaran dan tempat bergantung bagi
keluarganya, akibatnya dia diharuskan melakukan perbuatan korupsi untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya tersebut, apalagi permintaan
akan kebutuhan itu datang dari orang yang sangat berpengaruh bagi
dirinya seperti mamak umpamanya. Selain daripada itu dalam budaya kita
akan dianggap bodoh seseorang manakala dia tidak mempunyai apa-apa di
luar penghasilannya, sementara dia menduduki suatu jabatan penting,
akibatnya dipaksa untuk melakukan korupsi. Budaya ini harus dirubah dan
dijadikan menjadi keluarga akan merasa malu manakala seseorang dari
keluarganya membantu keluarga yang lainnya dengan uang hasil korupsi
sekalipun dia pejabat tinggi. Oleh karena itu maka yang bersangkutan
lebih baik tidak membantu keluarganya, kalau uang bantuan itu berasal
dari hasil korupsi.
Ketujuh, Menghilangkan Kebiasaan dan Kebersamaan
Menghilangkan kebiasaan dan kebersamaan dalam melakukan korupsi,
sebab dalam kenyataannya Peraktek korupsi sudah menjadi sebuah kebiasaan
bagi yang mempunyai peluang dan kesempatan melakukannya, ditambah lagi
peraktek korupsi ini telah dilakukan oleh banyak orang, dan bahkan
dilakukan secara berjamaah. Untuk itu maka kebiasaan ini harus dicegah
dan dibasmi sampai ke akar-akarnya, sehingga hilang sama sekali dari
bumi Indonesia.
Kedelapan, Meningkatkan Penegakan Hukum.
Penegakan hukum kita memang sangat lemah padahal aturan-aturannya
sudah sangat lengkap, makanya orang tidak kapok melakukan korupsi secara
berulang-ulang. Oleh karena itu maka penegakan hukum ini harus
dilaksanakan tanpa pandang bulu dan tanpa pilih kasih dengan hukuman
yang berat dan tegas sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW, :
Sekiranya anakKu Fatimah mencuri maka pasti akan saya potong tangannya.
Penegakan hukum ini dapat juga dilakukan oleh masyarakat dengan cara
mengasingkan atau memboikot si koruptor dari pergaulan umum sebagai
contoh, apabila si koruptor mengundang untuk menghadiri pesta pernikahan
anaknya umpamanya, maka masyarakat bersepakatn untuk tidak menghadiri
pestanya. Atau dapat juga dalam bentuk tidak melibatkannya dalam
kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Dan apabila dipandang perlu
dapat juga dilakukan dengan memboikat si koruptor dari jual beli
kebutuhan sehari-hari. Bila dia menjual sesuatu maka tidak dibeli
jualannya dan bila dia hendak membeli sesuatu maka tidak dijual padanya.
Kesembilan, Menumbuhkan rasa bersalah dan rasa malu.
Hal ini dirasakan sangat penting sebab para koruptor dan sebahagian
penduduk bangsa Indonesia telah hilang rasa bersalah dan apalagi rasa
malunya. Oleh karena itu maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk
menumbuhkan rasa bersalah dan rasa malu ini. Hal ini dapat dilakukan
dengan pendekatan agama.
Kesepuluh, Menumbuhkan sifat Kejujuran dalam diri.
Hal ini dirasakan sangat urgent sebab kejujuran adalah merupakan satu
asset yang sangat berharga bagi seseorang yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT, sebab kejujuran akan mampu
menjadi benteng bagi seseorang untuk menghindari perbuatan-perbuatan
munkar seperti perbuatan korupsi ini. Oleh karena itulah maka sejak
kecil dalam rumah tangga kejujuran sudah harus ditanamkan kepada
anak-anak, begitu juga di sekolah-sekolah, pembinaan dan penerapan sifat
kejujuran haruslan mendapat prioritas utama dari para guru dan ibu
guru.
Kesebelas, Menghilangkan Sikap Tamak dan Serakah.
Menghilangkan Sikap tamak dan serakah adalah merupakan hal yang
sangat penting dalam pemberantasan korupsi sebab kedua sifat ini
menjerumuskan ummat manusia ke jurang kehinaan dan kehancuran sebab
kedua sikap ini mengantar manusia kepada sikap tidak pernah merasa puas
dan tidak pernah merasa cukup sekalipun harta yang telah dimilikinya
sudah melimpah ruah. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan
pendalaman, pengamalan dan penghayatan ajaran agama.
Kedua Belas, Menumbuhkan budaya kerja keras.
Menumbuhkan budaya kerja keras haruslah dijadikan menjadi prioritas
utama dalam pencegahan korupsi sebab sikap ini akan dapat membentengi
orang dari sifat ingin cepat kaya, tanpa usaha dan tanpa kerja keras.
Dalam ajaran agama disebutkan bahwa bekerja adalah merupakan suatu
kewajiban yang harus dilakukan oleh ummat.
Ketiga Belas, Menghilangkan Sifat Materialistik, Kapitalistik dan Hedonistik,
Ketiga sifat ini sangat rentan menjerumuskan seseorang untuk
terjerumus dalam melakukan perilaku korupsi. Orang yang memiliki ketiga
sifat ini tidak akan pernah merasa puasa dan cukup dalam hal harta,
selalu kehausan dan kekurangan setiap saat. Oleh karena itulah maka
ketiga sifat ini harus dikikis habis dari penduduk negeri ini.
Kesimpulan
1.Korupsi adalah merupakan perbuatan yang dilarang dalam ajaran agama Islam yang hukumnya adalah HARAM.
Keharamannya ini bisa dicari dalil-dalilnya dalam ajaran agama Islam
seperti Risywah (Suap), Saraqah (Pencurian), al-Gasysy
(Penipuan), dan Khiyanah (Penghianatan).
2.Korupsi menimbulkan dampak negatif yang sangat besar bagi suatu
bangsa dan negara, oleh karena itu maka pencegahan dan
penanggulangannyapun harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan terpadu
antara seluruh komponen bangsa.
3.Korupsi di Indonesia sudah merupakan sebuah wabah penyakit yang
telah merasuki seluruh elemen bangsa, oleh karena itu maka perilaku
korupsi harus menjadi perhatian serius ummat beragama sebab bangsa
Indonesia dikenal sebabagi bangsa yang religius.