Halaman

Thursday, February 6, 2014

KORUPSI DAN PENCEGAHANNYA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

KORUPSI DAN PENCEGAHANNYA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Oleh : Drs. H. Ahmad Supardi Hasibuan, MA.
Pendahuluan
Istilah korupsi adalah merupakan satu istilah yang cukup populer akhir-akhir ini, khususnya setelah tumbangnya pemerintahan orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto dan berganti dengan pemerintahan reformasi dibawah kepemimpinan Presiden BJ. Habibi, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri dan saat ini dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Hal ini disebabkan oleh adanya dugaan kuat dan pasti, bahwa keterpurukan bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara adalah disebabkan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah pada setiap tingkatan. Korupsi ini bukan hanya pada satu tingkat tertentu saja, akan tetapi korupsi ini sudah merambah, merajalela dan merasuki semua lini kehidupan, sehingga pencegahan dan pemberantasannyapun memerlukan langkah-langkah sistemik dan komprehensif.
Salah satu lembaga independent yang bergerak dalam bidang penelitian ekonomi yang berasal dari Hongkong yang bernama Independent Commite Anti Corruption (ICAC), melansir bahwa Indonesia termasuk dalam 10 besar negara paling korup di dunia. Bahkan, belakangan menurut hasil survei Global Corruption Index, maupun International Country Risk Guide Index, tahun 1999 dan 2000, Indonesia menempati ranking ketiga dalam bidang korupsi di dunia. Sementera di level Asia, Indonesia menempati ranking pertama. Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian Transparancy International (TI) yang bermarkas di Berlin, bahwa 10 negara paling korup tersebut adalah Nigeria, Pakistan, Kenya, Bangladesh, Cina, Kamerun, Venezuela, Indonesia, Rusia dan India. Hasil survei tersebut tidak beranjak membaik, tetapi tetap saja menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia dan nomor 5 di dunia hingga tahun 2004 yang lalu.
Perbuatan korupsi sebagaimana tersebut di atas, diperparah lagi dengan maraknya saudara kembar korupsi, yaitu kolusi dan nepotisme (KKN), akibatnya lengkaplah sudah tikus-tikus busuk yang setia setiap saat menggerogoti bangsa Indonesia dan menghantarkannya ke jurang keterpurukan yang sangat mengerikan, sehingga bangsa Indonesia tidak diperhitungkan lagi sebagai sebuah negara yang berperadaban di antara negara-negara lainnya di dunia. Yang sangat menyedihkan adalah Indonesia yang sarat dengan KKN nya itu mayoritas penduduknya adalah beragama Islam. Maka dapat dipastikan bahwa yang melakukan KKN ria itu adalah ummat Islam, sebab ummat Islam adalah penduduk mayoritas dari negeri ini. Kalaupun pelakunya bukan semuanya ummat Islam, tetapi orang lain secara aklamasi akan mengatakan bahwa yang korupsi itu adalah ummat Islam, sebab penduduk mayoritasa negeri ini adalah ummat Islam dan ini adalah merupakan resiko dari penduduk mayoritas.

Memang harus diakui bahwa dampak negatif yang ditimbulkan praktek-praktek KKN itu amat banyak dan sangat merugikan masa depan suatu bangsa. Robert Klitgaard dalam bukunya Membasmi Korupsi menyatakan bahwa ada empat dimensi akibat KKN, yaitu :

1.Inefisiensi, terjadi pemborosan sumber-sumber, menciptakan keburukan-keburukan umum dan mengancaukan kebijakan.
2.Distribusi, mengalokasikan kembali sumber-sumber kepada kaum kaya dan penguasa, kepada militer atau polisi, atau orang-orang yang mempunyai kekuasaan monopoli.
3.Insentif-insentif, mengacaukan tenaga pegawai dan warga negara ke arah usaha mencari upaha korupsi yang secara sosial tidak produktif, menciptakan resiko, mendorong langkah-langkah pencegahan yang tidak produktif, sehingga investasi menjauhi wilayah-wilayah yang memiliki korupsi tinggi.
4.Politik, menimbulkan alienasi dan sinisme masyarakatr serta menciptakan ketidak stabilan masyarakat.

Untuk mengantisipasi penularan wabah dari penyakit korupsi itu sekaligus untuk mencegah dan menanggulanginya, maka diperlukan langkah-langkah sistematis dan bersama oleh semua komponen bangsa baik perorangan maupun secara kelembagaan untuk mengambil langkah-langkah antisipatif, sehingga penularan wahab penyakit korupsi itu dapat ditekan seminimal mungkin, kalau tidak dihilangkan sama sekali. Untuk melaksanakan hal ini, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang lalu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdhatul Ulama mendeklarasikan Nota Kesepakatan Bersama Gerakan Sosial Anti Korupsi. Nota Kesepakatan ini berisi komitmen bersama untuk berjuang dan berjihad bersama dengan sungguh-sungguh untuk melawan peraktek korupsi di segala bidang, serta menginstruksikan kepada seluruh pengurus di semua tingkatan agar terlibat secara aktif dalam mensosialisasikan gerakan tersebut. Dekalarasi Nota Kesepakatan Gerakan Sosial anti Korupsi tersebut disambut antusias oleh seluruh elemen lapisan bangsa termasuk di dalamnya partai politik.
Mengingat bahwa persoalan korupsi ini sudah menjadi semacam wabah penyakit dan seluruh elemen masyarakat telah mempunyai komitmen bersama untuk mencegah dan menanggulanginya, maka penulis merasa berkepentingan untuk membahas hal ini dari sudut pandang hukum Islam untuk dijadikan makalah dalam dalam mata kulliah Masailul Fiqhiyah.
Pengertian Korupsi
Istilah korupsi sebenarnya bukan istilah yang berasal dari istilah yang terdapat dalam bahasa Arab; bahasa Kitab Suci al-Quran, dan bukan pula istilah yang berasal dari bahasa Indonesia, hanya saja sudah menjadi bahasa Indonesia. Kata korupsi berasal dari bahasa Inggris yaitu Corrupt yang secara harfiah berarti disuap, jahat, buruk, curang, atau merusak. Di dalam kamus bahasa Indonesia, korupsi berarti perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan lain sebagainya.
Istilah ini kemudian dikaitkan dengan perilaku jahat, buruk atau curang dalam hal keuangan dimana individu berbuat curang ketika mengelola uang milik bersama. Oleh karena itulah maka korupsi adalah merupakan pemanfaatan dana publik yang seharusnya untuk kepentingan umum dipakai secara tidak sah untuk memenuhi kebutuhan peribadi. Dan inilah istilah korupsi yang lazim dipakai dalam istilah sehari-hari.

Korupsi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dalam terminologi Islam dikenal istilah yang hampir sama dengan korupsi yaitu Risywah (suap), hanya saja risywah ini hanya menyangkut sebahagian dari istilah korupsi yaitu suap menyuap antara seseorang dengan orang lain dengan imbalan uang tertentu guna memperoleh pekerjaan atau jabatan. Istilah korupsi ini jauh lebih dari sekedar suap menyuap sebab korupsi termasuk di dalamnya manipulasi, pungli, mark up, dan pencairan dana pubik secara terselubung dan bersembunyi di balik dalil-dalil konstitusi, dengan niat untuk memperoleh keuntungan yang lebi besar secara tidak sah dari apa yang seharusnya diperoleh menurut kadar dan derajat pekerjaan seseorang.

Namun demikian sekalipun istilah korupsi berasal dari bahasa asing dalam hal ini bahasa Inggris, istilah korupsi ini telah menjadi sebuah istilah yang sangat akrab di telinga kita, baik dalam kehidupan kita sebagai ummat, sebagai bangsa maupun sebagai negara. Bahkan saking akrabnya istilah ini dengan kita, pekerjaan korupsi sudah menjadi suatu yang lumrah dan biasa dalam perilaku sehari-hari, akibatnya yang melakukan korupsi kita anggap biasa-biasa saja, dan bahkan akan dijunjung setinggi langit manakala uang yang dikorupsi itu disumbangkan untuk kepentingan sosial, baik sosial keagamaan maupun soisial kemasyarakatan. Padahal kita semua tahu dan sadar bahwa yang menyebabkan keterpurukan bangsa dan negara ini ke jurang kehancuran adalah disebabkan peraktek korupsi yang dilakukan oleh seuruh lapisan masyarakat, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi, baik secara perorangan maupun secara berjamaah. Kitapun tidak pernah menolak sumbangan orang untuk kegiatan sosial yang bersumber dari korupsi, sikap kita justru sebaliknya.

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa korupsi itu adalah merupakan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan atau koprorasi, ataupun dapat disebut sebagai pemanfataan dana publik untuk kepentingan peribadi secara tidak sah (melawan hukum). Sebagai contoh dalam masalah ini adalah mempergunakan uang negara dan atau pasilitas negara untuk kepentingan peribadi, keluarga dan ataupun golongan tertentu, yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan negara.

Penyebab Terjadinya Korupsi
Korupsi sebagaimana digambarkan di atas telah menjadi sebuah peraktek kebiasaan di kalangan masyarakat dan pemerintah yang sulit dicegah dan dibendung penularannya. Hal ini adalah merupakan sebuah akibat langsung dari kondisi riel masyarakat Indonesia yang sangat rendah mentalitasnya yang barangkali dapat disebabkan oleh minimnya penghasilan, rendahnya pengetahuan dan pengamalan agama, sikap tamak dan rakus yang menghantui setiap anggota masyarakat dan lain-lain sebagainya. Kondisi riel inilah barangkali yang menyebabkan suburnya peraktek korupsi pada masyarakat dan pemerintah.

Untuk lebih lanjut dalam masalah ini dapat diuraikan penyebab-penyebab terjadinya peraktek korupsi, antara lain adalah sebagai berikut :

1.Lemahnya Keyakinan Agama
Lemahnya keyakinan agama adalah merupakan salah satu faktor penyebab seseorang melakukan korupsi. Kita semua mengetahui bahwa penduduk Indonesia 100 adalah beragama dan 88 di antaranya adalah penganut agama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa sesunguhnya pelaku-pelaku korupsi itu adalah orang yang memiliki dan meyakini agama, dan sebahagian besar di antaranya adalah penganut agama Islam. Atas dasar itu dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya pelaku tindak pidana korupsi itu adalah penganut agama Islam. Padahal sesungguhnya ajaran agama Islam itu dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar termasuk di dalamnya mencegah perbuatan korupsi. Yang jadi masalah adalah ada beberapa orang tertentu yang rajin melaksanakan ibadah sesuai ajaran agamanya, namun peraktek korupsinya tetap juga jalan. Hal ini disebabkan oleh karena pelaksanaan ajaran agama itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sekaligus tidak mendalami makna yang terkandung dalam ibadah itu. Akibatnya ibadah yang dilaksanakan baru sebatas ibadah ritual ceremonial, belum menjalankan ibadah sebagai ibadah ritual dan aktual.
2.Pemahaman Keagamaan yang keliru
Pemahaman keagamaan yang keliru yang dimaksudkan di sini adalah adanya satu pemahaman bahwa setiap berbuat satu kebaikan akan diberikan pahalanya tujuh ratus kali lipat pada satu pihak, sebagaimana tercermin dalam Firman Allah SWT :
Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di Jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui.
Dan adanya pemahaman bahwa berbuat satu kejahatan akan diberikan satu ganjaran / balasan pada pihak yang lain. Kedua pemahaman ini digabungkan menjadi satu dalam hal kejahatan. Akibatnya seseorang berpikir bahwa kalau dia melakukan korupsi Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) akan diberikan dosa sebanyak seratus juta dosa. Untuk itu maka dia berpikir alangkah baiknya uang yang dikorupsi itu disedekahkan sebanyak Rp. 1.000.000,00 (Satu juta rupiah) dan akan mendapatkan pahala sebanyak 700.000.000,00 kebaikan. Dan masih untung sebanyak 600.000.000,00 kebaikan. Padahal dia tidak sadar bahwa uang yang disedekahkan itu harus bersumber dari yang halal, bukan dari yang haram sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : Tidak diterima sholat seseorang kecuali dalam keadaan suci dan tidak diterima sedekah seseorang yang bersumber dari penipuan.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya pemahaman yang keliru tentang ganjaran pahala dan dosa yang dipahami oleh seseorang, akibatnya dia rajin korupsi dan rajin pula memberikan infaq/shodaqah.
3.Adanya Kesempatan dan Sistem yang Rapuh
Seseorang melakukan tindak pidana korupsi salah satunya adalah disebabkan adanya kesempatan dan peluang serta didukung oleh sistem yang sangat kondusif untuk berbuat korupsi. Adanya kesempatan dan peluang itu antara lain adalah dalam bentuk terbukanya kesempatan dan peluang untuk berbuat korupsi karena tidak adanya pengawasan melekat dari atasannya dan terkadang justru atasannya mengharuskan seseorang untuk berbuat korupsi. Atau bisa dalam bentuk sistem penganggaran yang memang mengharuskan seseorang berbuat korupsi seperti diperlukannya uang pelicin untuk menggolkan anggaran kegiatan, atau dalam bentuk lain diperlukannya uang setoran kepada atasan di akhir pelaksanaan kegiatan.
4.Mentalitas yang rapuh
Mentalitas ataupun sikap mental yang rapuh adalah disebabkan pengetahuan dan pengamalan agama yang kurang, disamping penyebab-penyebab lainnya. Apabila pengetahuan dan pengamalan agama seseorang baik, maka dapat dipastikan bahwa sikap mental orang tersebut akan baik, namun demikian tidak semua yang bermental baik berarti memiliki pengetahuan dan pengamalan agama yang baik, sebab masih banyak penyebab-penyebab lainnya yang menyebabkan seseorang bermental baik. Perlu diketahui bahwa faktor mentalitas ini adalah merupakan faktor yang paling dominan yang menyebabkan terjadinya korupsi, sebab dalam kenyataannya yang melakukan peraktek korupsi itu biasanya yang paling tinggi jabatannya, disamping yang mempunyai peluang dan kesempatan untuk melakukannya.
5.Faktor Ekonomi / Gaji Kecil
Faktor ekonomi / gaji kecil ditengarai adalah salah satu faktor penyebab orang melakukan korupsi, sebab bagaimana mungkin seseorang tidak melakukan korupsi, sementara gajinya relatif kecil, kebutuhannya banyak, dan dia mengelola uang. Sebagaimana diketahui bahwa gaji Pegawai Negeri Sipil di Indonesia adalah merupakan salah satu gaji terendah di dunia dan jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia, akibatnya untuk mencari tambahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan anak-anak sekolah, maka dicarilah jalan pintas dengan mengambil uang negara secara tidak sah (melawan hukum). Hal ini sepintas kilas dapat dibenarkan, tetapi karena yang melakukannya hampir semua orang yang mempunyai kesempatan dan peluang, maka keuangan negara habis dikorupsi orang-orang tertentu untuk selanjutnya dinikmati oleh orang-orang tertentu pula.
6.Faktor Budaya
Adalah sebuah kebiasaan bagi kita orang Indonesia bahwa setiap seseorang menjadi pejabat tinggi dalam sebuah pemerintahan, maka yang bersangkutan akan menjadi sandaran dan tempat bergantung bagi keluarganya, akibatnya dia diharuskan melakukan perbuatan korupsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya tersebut, apalagi permintaan akan kebutuhan itu datang dari orang yang sangat berpengaruh bagi dirinya seperti mamak umpamanya. Selain daripada itu dalam budaya kita akan dianggap bodoh seseorang manakala dia tidak mempunyai apa-apa di luar penghasilannya, sementara dia menduduki suatu jabatan penting, akibatnya dipaksa untuk melakukan korupsi.
7.Faktor Kebiasaan dan Kebersamaan

Peraktek korupsi sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi yang mempunyai peluang dan kesempatan melakukannya, ditambah lagi peraktek korupsi ini telah dilakukan oleh banyak orang, dan bahkan dilakukan secara berjamaah. Akibatnya peraktek ini menjadi kebiasaan yang tak perlu diusik dan diutak-atik. Akhirnya terjadilah pembiasaan terhadap yang salah, padahal seharusnya kita membiasakan yang benar dan bukan membenarkan yang biasa apalagi perbuatan yang salah itu merugikan dan menjadi wabah penyakit serius bagi bangsa Indonesia seperti korupsi. Kebiasaan ini harus dicegah dan bila perlu dibasmi sampai ke akar-akarnya, sehingga hilang sama sekali dari bumi Indonesia.
8.Penegakan Hukum yang Lemah
Orang tidak kapok melakukan korupsi secara berulang-ulang, salah satu penyebabnya adalah karena tidak adanya sanksi hukum yang jelas yang diberikan kepada pelaku korupsi, padahal hukuman terhadap mereka telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi karena penegakan hukumnya lemah, ditambah dengan aparat penegak hukumnya juga pelaku korupsi, maka pelaku korupsi tadi tidak merasa jera dengan perbuatannya dan bahkan semakin menjadi-jadi, akibatnya menjadi sebuah kebiasaan yang sulit dihindari apalagi untuk dihentikan.
9.Hilangnya Rasa Bersalah
Seorang koruptor tidak merasa bersalah atas perilakunya memakan uang negara, sebab dia merasa bahwa korupsi tidak sama dengan mencuri. Baginya korupsi berbeda dengan mencuri. Orang seperti ini sering berdalih, kalau yang dirugikan itu negara maka negara tidak bisa bersedih apalagi menangis, apalagi saya ini termasuk bahagian dari negara. Kalau yang dicuri uang rakyat, maka rakyat yang mana ? sebab saya sendiri juga adalah rakyat, hal itu berarti bahwa saya juga mencuri uang saya sendiri. Akibatnya para pelaku korupsi itu tidak pernah merasa bersalah atas perbuatannya, padahal kalaulah ia merasa bersalah atas perbuatannya maka besar kemungkinan ia akan mengembalikan uang yang dikorupsinya itu atau minimal dia tidak akan mengulangi lagi perbuatnnya di kemudian hari. Perasaan hilangnya rasa bersalah atau tidak punya rasa malu ini, harus ditumbuh kembangkan lagi, sehingga menjadi bahagian dari hidup ataupun menjadi budaya bangsa. Namun inilah yang sudah hilang dari diri bangsa ini.
10.Hilangnya Nilai Kejujuran
Nilai kejujuran adalah merupakan satu asset yang sangat berharga bagi seseorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, sebab kejujuran akan mampu menjadi benteng bagi seseorang untuk menghindari perbuatan-perbuatan munkar seperti perbuatan korupsi ini. Hanya saja memang harus diakui bahwa nilai-nilai kejujuran telah hilang dari pelaku-pelaku korupsi itu. Oleh karena itulah maka sejak kecil dalam rumah tangga sudah harus ditanamkan nilai-nilai kejujuran kepada anak-anak sesuai dengan hadis Nabi, Katakanlah yang benar itu walau pahit sekalipun.
11.Sikap Tamak dan Serakah
Sikap tamak dan serakah adalah merupakan dua sikap yang sering menjerumuskan ummat manusia ke jurang kehinaan dan keghancuran sebab kedua sikap ini mengantar manusia kepada sikap tidak pernah merasa puas dan tidak pernah merasa cukup sekalipun harta yang telah dimilikinya sudah melimpah ruah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Quran :
Artinya : Bagi orang-orang yang memenuhi seruan TuhanNya, (disediakan) pembalasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi, dan ditambah sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahannam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.
12.Ingin Cepat Kaya, Tanpa Usaha dan Kerja Keras
Korupsi cepat tumbuh da berkembang biak dengan pesat adalah disebabkan sikap manusia yang ingin cepat mendapatkan kekayaan, tanpa melalui usaha dan kerja keras, akibatnya korupsi menjadi pilihan utama untuk dilaksanakan, sebab pekerjaan korupsi tidak memerlukan kerja keras dan tidak memerlukan waktu lama. Dalam sekejap seseorang bisa cepat kaya dan mendapat harta yang berlimpah ruah, hanya dengan melakukan korupsi. Korupsi nampaknya menjadi jalan pintas untuk mendapatkan harta kekayaan yang berlimpah, padahal dalam konsep agama Islam, untuk mendapatkan harta kekayaan haruslah melalui kerja keras dan halal.
13.Terjerat Sifat Materialistik, Kapitalistik dan Hedonistik

Materialistik, Kapitalistik dan hedonistik adalah tiga sifat yang siap siaga mengantarkan ummat manusia untuk menghalalkan segala macam cara agar mendapatkan harta yang berlimpah. Harta yang berlimpah inipun tidak pernah merasa puasa dan cukup, selalu kehausan dan kekurangan setiap saat. Sudah punya mobil satu maka ingin punya mobil dua, sudah punya mobil dua maka iapun berhasrat untuk memiliki tiga dan seterusnya, akibatnya apapun dilakukan untuk mendapatkannya termasuk di dalamnya dengan melakukan korupsi yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat dan negara. Oleh karena itulah maka Nabi memperingatkan kepada yang haus akan harta melalui sabda beliau :
Artinya : Rasulullah SAW bersabda, : Celakah hamba dinar dan hamba dirham, hamba permadani, dan hamba baju. Apabila ia diberi maka ia puas dan apabila ia tidak diberi maka iapun menggerutu kesal.
Bentuk-Bentuk Korupsi
Korupsi sebagaimana dalam pembahasan tersebut di atas adalah merupakan sebuah penyalahgunaan wewenang ataupun kekuasaan dari kepentingan publik kepada kepentingan peribadi, kelompok dan atau golongan yang dapat merugikan kekayaan negara ataupun perekonomian negara. Penyalahgunaan wewenang ini dapat diperluas bukan hanya dalam lingkup pemerintahan semata. Tetapi juga dalam semua lingkup kehidupan masyarakat seperti lembaga sosial kemasyarakatan. Oleh karena itulah maka Syeh Husen Alatas dalam bukunya Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, menyatakan bahwa inti dari korupsi itu adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan peribadi.

Lebih lanjut Syed Husen Alatas menyatakan bahwa korupsi itu dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bentuk, sebagai berikut :

1.Korupsi Transaktif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan atas dasar kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima dari keuntungan peribadi masing-masing pihak dan kedua pihak sama-sama aktif melakukan usaha untuk mencapai keuntungan tersebut.
2.Korupsi Ekstortif (Memeras). Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi dimana terdapat unsur paksaan, yaitu pihak pemberi dipaksa untuk melakukan penyuapan guna mencegah terjadinya kerugian bagi dirinya, kepentingannya, orang-orang, atau hal-hal yang penting baginya.
3.Korupsi Nepotistik (Perkerabatan). Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi dengan melakukan penunjukan secara tidak sah terhadap kawan atau kerabat untuk memegang suatu jabatan publik, atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa dalam bentuk uang atau bentuk lain kepada mereka secara bertentangan dengan norma atau ketentuan yang berlaku.
4.Korupsi Investif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang berwujud pemberian barang atau jasa tanpa ada keterkaitan langsung dengan keuntungan tertentu, melainkan mengharapkan suatu keuntungan yang akan diperoleh di masa depan.
5.Korupsi Suportif (Dukungan). Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang berbetuk upaya penciptaan suasana yang dapat melanggengkan, melindungi dan memperkuat korupsi yang sedang dijalankan.
6.Korupsi Autogenik. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan secara individual untuk mendapatkan keuntungan karena memahami dan mengetahui serta mempunyai peluang terhadap obyek korupsi yang tidak diketahui oleh orang lain.
7.Korupsi Defensif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan oleh korban korupsi dalam rangka mempertahankan diri terhadap upaya pemerasan terhadap dirinya.
Mengingat bahwa peraktek korupsi yang sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat ini menyebabkan bahwa korupsi itu dianggap biasa-biasa saja, sekalipun dampak yang ditimbulkannya sangat besar dan luas biasa. Korupsi seperti perbuatan jahat pada umumnya adalah merupakan sesuatu yang berbau busuk dan bahkan sangat busuk, namun karena sudah menjadi kebiasaan maka kebusukannya itu tidak terasa lagi di hidung sebab sudah kebiasaan dan bahkan sudah menjadi bahagian dari kebusukan itu. Sebagai contoh orang yang sudah lama berada di kandang sapi, dia tidak lagi merasa bau dengan kotoran sapi itu sebab kandang dan kotoran sapi itu sudah menjadi kebiasaan baginya dan bahkan sudah menjadi bahagian dari hidupnya sehari-hari.
Padahal kalau kita ikuti analisis para pakar, dampak negatif yang ditimbulkan dari peraktek korupsi itu sangat banyak dan luar biasa, antara lain adalah :
1.Hilangnya modal finansial. Hal ini disebabkan karena korupsi telah menguapkan pendapatan resmi negara dari sektor pajak, keuntungan BUMN dan sumber-sumber lainnya. Sementara harapan untuk masuknya investasi dan modal asing menjadi sulit dikarenakan situasi dan iklim keuangan tidak sehat yang ditandai dengan maraknya pungli dan peraktek korup lainnya. Akibatnya segala biaya akan menjadi tinggi, karena banyak hal-hal yang harus dibayar yang seharusnya tidak perlu dibayar.
2.Hilangnya modal sosial. Hilangnya modal sosial yang merupakan jaringan hubungan dan kepercayaan yang penting artinya bagi berjalannya roda pemerintahan negara dan keadilan bagi masyarakat. Maraknya demo dalam masyarakat untuk memperotes kebijakan publik tertentu merupakan indikasi hilangnya atau paling tidak melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemangku jabatan publik.
3.Hilangnya modal insani. Hilangnya modal insani ini akibat pembangunan manusia yang tidak sukses karena kekurangan biaya finansial. Pendidikan semakin mahal karena negara tidak mempunyai biaya yang cukup untuk mendanai pendidikan. Pelayanan kesehatan selain karena kualitasnya yang buruk, juga tidak dapat dijangkau oleh lapisan masyarakat bawah, sementara pemerintah tidak mempunyai dana yang cukup untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.
Pandangan Hukum Islam
Istilah korupsi sebagaimana disebutkan di atas adalah merupakan sebuah istilah yang telah akrab dengan kehidupan kita sehari-hari, namun sebagaimana juga disebutkan pada pembahasan terdahulu bahwa istilah korupsi bukanlah merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab yang adalah merupakan bahasa al-Quran dan Al-Hadis yang adalah merupakan sumber utama hukum Islam. Namun demikian di dalam al-Quran terdapat istilah-istilah yang pengertian dan unsurnya terkandung di dalam pengertian korupsi.
Istilah-istilah tersebut adalah Risywah yang artinya suap, Saraqah yang artinya Pencurian, al-Gasysy ataupun al-Ghulul yang artinya Penipuan, dan Khiyanah yang artinya Penghianatan. Keempat istilah ini adalah merupakan bahasa moral dan kemanusiaan yang secara tegas terkandung dalam al-Quran dan al-Hadis Rasulullah SAW.
Secara teoritis kedudukan korupsi dalam hukum Islam adalah merupakan tindakan kriminal yang dalam istilah Islam disebut dengan Jinayah dan atau Jarimah. Asas legalitas hukum Islam tentang korupsi sangatlah jelas dan tegas. Ia merupakan suatu tindakan pencurian dan karenanya pelaku korupsi haruslah dihukum. Di dalam al-Quran Allah SWT berfirman :
Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
Dari ayat tersebut di atas dapatlah kita pahami bahwa Allah SWT sangat melarang hambanya untuk mengambil dan memakan harta yang diperoleh dari jalan yang tidak benar. Selain itu, ayat tersebut juga bermakna bahwa Allah SWT membenci dan melarang hambaNya untuk menguasai harta orang lain tanpa melalui cara-cara yang benar. Perlindungan terhadap harta adalah merupakan salah satu pokok pertimbangan dalam menetapkan hukum Islam yang terkenal dengan Asasul Khomsah (prinsip-prinsip yang lima) yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan / kehormatan dan memelihara harta .
Selain itu korupsi adalah salah satu bentuk pengkhianatan terhadap agama sebab ia mengkianati amanah yang dibebankan di pundaknya. Ia juga menyelewengkan dan menyalahgunakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu ia harus dihukum dan diberikan sanksi hukum yang jelas dan berat sebab dalam hal ini ada dua dosa yang dia pikul. Pertama adalah dosa kepada bangsa dan negara sebab dia menyalahgunakan keuangan dan perekonomian negara, dan kedua adalah dosa kepada Allah SWT sebab dia mengkhianati amanah yang dibebankan kepadanya. Di Dalam al-Quran Allah SWT berfirman :
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetakan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Di dalam ayat lain disebutkan :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
Di dalam salah satu Hadis Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Laksanakanlah amanah kepada orang yang memberikannya kepadamu dan janganlah kamu melakukan pengkhianatan (sekalipun) terhadap orang yang pernah mengkhianatimu.
Di dalam hadis lain juga disebutkan :
Artinya : Tidak sempurna iman seseorang yang tidak amanah dan tidak sempurna agama seseorang yang tidak menunaikan janji.
Korupsi dalam pandangan agama Islam dapat juga dimasukkan dalam kategori al-Gosysy dan atau al-Ghulul (penipuan), sebab korupsi termasuk dalam kategori menipu orang banyak ataupun menipu negara untuk kepentingan peribadinya.
Di dalam salah satu hadis, Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Siapa yang menipu, maka dia tidak termasuk ummatKu.
Pada hadis lain disebutkan :
Artinya : Tidak diterima sholat seseorang kecuali dalam keadaan suci dan tidak sah sedekah seseorang yang bersumber dari penipuan.
Selain hal tersebut di atas, korupsi sangat dekat dengan istilah Risywah (suap menyuap) dalam ajaran agama Islam, sebab korupsi itu salah satu bentuknya adalah melakukan penyuapan atas seseorang dengan imbalan tertentu untuk mendapatkan jabatan tertentu pula. Masalah suap menyuap ini mendapat perhatian yang sangat serius dari Rasulullah SAW, sehingga banyak sekali hadis-hadis yang disampaikan oleh Rasulullah SAW berkaitan dengan suap menyuap (risywah).
Di dalam salah satu hadis, Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Dari Abdullah ibnu Amar berkata : Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan penerima suap.
Al-Khatibi Rahimahullohu dalam Syarh Sunan Abu Daud yang berjudul Maalim As-Sunan berkata, Ar-Rosyi adalah orang yang memberikan suap dan al-Murtasyi adalah orang yang menerima suap. Keduanya diberi hukuman kalau mereka benar terlibat dalam persekongkolan suap menyuap dengan maksud bathil dari orang yang menyuap, dan memberikannya pada orang yang menerima dengan cara yang tidak benar pula. Tapi jika memberikannya pada orang yang berhak, atau memberi untuk menebus dirinya dari suatu kezhaliman, maka hal itu tidak dilarang.
Atas dasar penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dan menghubungkannya dengan sumber-sumber hukum Islam, baik yang tertuang dalam al-Quran maupun dalam al-Hadis, maka dapat disimpulkan bahwa korupsi hukumnya adalah HARAM. Keharamannya ini bersifat mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi, apalagi di dalamya terdapat dua dosa sekaligus yaitu pertama, dosa kepada bangsa dan negara dan yang kedua dosa kepada Allah SWT.

Upaya Penanggulangannya
Memberantas korupsi bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi di bumi Indonesia tercinta ini, sebab peraktek korupsi sudah menjadi semacam wahab penyakit yang senantiasa menggerogoti tubuh manusia dan terjadi pada semua lini dan sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itulah maka tidak salah apabila ada yang mengatakan bahwa korupsi sudah menjadi bahagian dari budaya bangsa Indonesia. Dengan demikian maka untuk mencegah dan memberantasnyapun bukanlah merupakan pekerjaan mudah bagaikan membalik telapak tangan, akan tetapi diperlukan keseriusan, keterpaduan dan komitmen dari pemerintah dan aparat penegak hukum dan bila perlu bangsa Indonesia harus menyatakan perang terhadap korupsi, sebab tanpa ini maka mustahil korupsi dapat dibasmi dibumi nusantara.
Adapun cara-cara yang dapat ditempuh untuk memberantas korupsi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Pertama, Meningkatkan Penghayatan Ajaran Agama
Meningkatkan pengetahuan, pengamalan dan penghayatan ajaran agama kepada para pemeluknya, sehingga ummat beragama dapat menangkap intisari daripada ajaran agama itu dan dampak positif dari ajaran agama itu dapat diresapi hingga melekat pada tindak tanduk serta perilaku masyarakat. Dengan demikian maka ibadah yang dilakukan oleh seseorang bukan hanya bersifat ritual ceremonial belaka, akan tetapi ibadah itu dilaksanakan bersifat ritual aktual.
Kedua, Meluruskan Pemahaman Keagamaan
Meluruskan pemahaman keagamaan yang dimaksudkan di sini adalah meluruskan pemahaman keagamaan bahwa memberikan sesuatu infaq/shodaqah kepada siapa sajapun itu akan mendapatkan pahala manakala uang ataupun harta yang diinfakkan/disedekahkan itu berasal dari yang halal dan bukan berasal dari yang haram. Apaabila uang / harta itu berasal dari yang halal maka barulah satu kebaikan mendapatkan pahala tujuh ratus kali lipat, sebagaimana tercermin dalam Firman Allah SWT :
Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di Jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui.
Dan apabila sebaliknya (berasal dari yang haram) maka infaq/shodaqahnya itu tidak akan mendapatkan ganjaran apa-apa kecuali ganjaran kejahatan/dosa, sebagaimana hadis Nabi :
Artinya : Tidak diterima sholat seseorang kecuali dalam keadaan suci dan tidak diterima sedekah seseorang yang bersumber dari penipuan.
Ketiga, Merubah Sistem
Sebagaimana disebutkan di muka bahwa seseorang melakukan tindak pidana korupsi salah satunya adalah disebabkan adanya kesempatan dan peluang yang didukung oleh sistem yang sangat kondusif untuk berbuat korupsi. Untuk itu maka sistem itu harus dirubah dan diperbaiki sehingga setiap orang tidak mempunyai kesempatan dan peluang untuk berbuat korupsi. Salah satu bentuik yang harus diperbaiki adalah adanya pengawasan melekat dari atasannya, tidak adanya uang pelicin, uang setoran dan lain sebagainya.
Keempat, Meningkatkan Mentalitas
Merubah dan meningkatkan mentalitas bangsa Indonesia dari mentalitas yang rapuh menjadi mentalitas yang kuat dan tahan banting. Untuk meningkatkan mentalitas ini dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan pengamalan agama, sebab apabila pengetahuan dan pengamalan agama seseorang baik, maka dapat dipastikan bahwa sikap mental orang tersebut akan baik, namun demikian tidak semua yang bermental baik berarti memiliki pengetahuan dan pengamalan agama yang baik, sebab masih banyak penyebab-penyebab lainnya yang menyebabkan seseorang bermental baik.
Kelima, Meningkatkan Penghasilan
Meningkatkan perekonomian dan atau gaji pegawai sesuai dengan kebutuhan hidup di masyarakat adalah merupakan salah satu langkah penting yang harus dilakukan dalam rangka menghilangkan perilaku korupsi sebab harus diakui bahwa gaji pegawai saat ini tidak mencukupi untuk hidup layak. Gaji yang diterima itu hanya cukup untuk satu atau dua minggu, makanya para pegawai berusaha untuk mendapatkan tambahan yang salah satunya melalui korupsi. Gaji pegawai ini seharusnya diberikan sampai dia bisa mampu menyekolahkan anaknya dan juga bisa menyimpan / menabung untuk keperluan hari tuanya. Dan bahkan pegawai negeri itu harus diberikan gaji sehingga dia bisa hidup layak sebagaimana yang lainnya dengan fasilitas yang memadai.
Keenam, Merubah Budaya yang Mendorong Korupsi
Adalah sebuah kebiasaan bagi kita orang Indonesia bahwa setiap seseorang menjadi pejabat tinggi dalam sebuah pemerintahan, maka yang bersangkutan akan menjadi sandaran dan tempat bergantung bagi keluarganya, akibatnya dia diharuskan melakukan perbuatan korupsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya tersebut, apalagi permintaan akan kebutuhan itu datang dari orang yang sangat berpengaruh bagi dirinya seperti mamak umpamanya. Selain daripada itu dalam budaya kita akan dianggap bodoh seseorang manakala dia tidak mempunyai apa-apa di luar penghasilannya, sementara dia menduduki suatu jabatan penting, akibatnya dipaksa untuk melakukan korupsi. Budaya ini harus dirubah dan dijadikan menjadi keluarga akan merasa malu manakala seseorang dari keluarganya membantu keluarga yang lainnya dengan uang hasil korupsi sekalipun dia pejabat tinggi. Oleh karena itu maka yang bersangkutan lebih baik tidak membantu keluarganya, kalau uang bantuan itu berasal dari hasil korupsi.
Ketujuh, Menghilangkan Kebiasaan dan Kebersamaan
Menghilangkan kebiasaan dan kebersamaan dalam melakukan korupsi, sebab dalam kenyataannya Peraktek korupsi sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi yang mempunyai peluang dan kesempatan melakukannya, ditambah lagi peraktek korupsi ini telah dilakukan oleh banyak orang, dan bahkan dilakukan secara berjamaah. Untuk itu maka kebiasaan ini harus dicegah dan dibasmi sampai ke akar-akarnya, sehingga hilang sama sekali dari bumi Indonesia.
Kedelapan, Meningkatkan Penegakan Hukum.
Penegakan hukum kita memang sangat lemah padahal aturan-aturannya sudah sangat lengkap, makanya orang tidak kapok melakukan korupsi secara berulang-ulang. Oleh karena itu maka penegakan hukum ini harus dilaksanakan tanpa pandang bulu dan tanpa pilih kasih dengan hukuman yang berat dan tegas sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW, : Sekiranya anakKu Fatimah mencuri maka pasti akan saya potong tangannya. Penegakan hukum ini dapat juga dilakukan oleh masyarakat dengan cara mengasingkan atau memboikot si koruptor dari pergaulan umum sebagai contoh, apabila si koruptor mengundang untuk menghadiri pesta pernikahan anaknya umpamanya, maka masyarakat bersepakatn untuk tidak menghadiri pestanya. Atau dapat juga dalam bentuk tidak melibatkannya dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Dan apabila dipandang perlu dapat juga dilakukan dengan memboikat si koruptor dari jual beli kebutuhan sehari-hari. Bila dia menjual sesuatu maka tidak dibeli jualannya dan bila dia hendak membeli sesuatu maka tidak dijual padanya.
Kesembilan, Menumbuhkan rasa bersalah dan rasa malu.
Hal ini dirasakan sangat penting sebab para koruptor dan sebahagian penduduk bangsa Indonesia telah hilang rasa bersalah dan apalagi rasa malunya. Oleh karena itu maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk menumbuhkan rasa bersalah dan rasa malu ini. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan agama.
Kesepuluh, Menumbuhkan sifat Kejujuran dalam diri.
Hal ini dirasakan sangat urgent sebab kejujuran adalah merupakan satu asset yang sangat berharga bagi seseorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, sebab kejujuran akan mampu menjadi benteng bagi seseorang untuk menghindari perbuatan-perbuatan munkar seperti perbuatan korupsi ini. Oleh karena itulah maka sejak kecil dalam rumah tangga kejujuran sudah harus ditanamkan kepada anak-anak, begitu juga di sekolah-sekolah, pembinaan dan penerapan sifat kejujuran haruslan mendapat prioritas utama dari para guru dan ibu guru.
Kesebelas, Menghilangkan Sikap Tamak dan Serakah.
Menghilangkan Sikap tamak dan serakah adalah merupakan hal yang sangat penting dalam pemberantasan korupsi sebab kedua sifat ini menjerumuskan ummat manusia ke jurang kehinaan dan kehancuran sebab kedua sikap ini mengantar manusia kepada sikap tidak pernah merasa puas dan tidak pernah merasa cukup sekalipun harta yang telah dimilikinya sudah melimpah ruah. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan pendalaman, pengamalan dan penghayatan ajaran agama.
Kedua Belas, Menumbuhkan budaya kerja keras.
Menumbuhkan budaya kerja keras haruslah dijadikan menjadi prioritas utama dalam pencegahan korupsi sebab sikap ini akan dapat membentengi orang dari sifat ingin cepat kaya, tanpa usaha dan tanpa kerja keras. Dalam ajaran agama disebutkan bahwa bekerja adalah merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh ummat.
Ketiga Belas, Menghilangkan Sifat Materialistik, Kapitalistik dan Hedonistik,
Ketiga sifat ini sangat rentan menjerumuskan seseorang untuk terjerumus dalam melakukan perilaku korupsi. Orang yang memiliki ketiga sifat ini tidak akan pernah merasa puasa dan cukup dalam hal harta, selalu kehausan dan kekurangan setiap saat. Oleh karena itulah maka ketiga sifat ini harus dikikis habis dari penduduk negeri ini.
Kesimpulan
1.Korupsi adalah merupakan perbuatan yang dilarang dalam ajaran agama Islam yang hukumnya adalah HARAM. Keharamannya ini bisa dicari dalil-dalilnya dalam ajaran agama Islam seperti Risywah (Suap), Saraqah (Pencurian), al-Gasysy (Penipuan), dan Khiyanah (Penghianatan).
2.Korupsi menimbulkan dampak negatif yang sangat besar bagi suatu bangsa dan negara, oleh karena itu maka pencegahan dan penanggulangannyapun harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan terpadu antara seluruh komponen bangsa.
3.Korupsi di Indonesia sudah merupakan sebuah wabah penyakit yang telah merasuki seluruh elemen bangsa, oleh karena itu maka perilaku korupsi harus menjadi perhatian serius ummat beragama sebab bangsa Indonesia dikenal sebabagi bangsa yang religius.

No comments:

Post a Comment