Onani dan ‘Azl (Mengeluarkan Air Mani diluar Vagina) Hukum ONANI/MASTURBASI
Dalam istilah fiqh onani/masturbasi disebut ISTIMNAA’
yang berarti merangsang keluarnya sperma di luar senggama baik dengan media
haram seperti memakai tangan sendiri, bantal, dildo, bolpoint, spidol, botol
dan lain-lain atau bahkan hanya dengan fantasi-fantasi yang sengaja di ciptakan
sendiri seperti lagi mbayangin Nikita willy, Willy Dozan dan willy-willy yang
lain … Hehe, atau dgn memakai rangsangan alat yang di halalkan seperti memakai
tangan istri sendiri (al-Mahalla bi attsar IX/223)
Onani yang dilakukan dengan motif ISTID’A’IS
SYAHWAH (melampiaskan gejolak birahi) jelas diharamkan sebab tindakan ini telah
melampaui batas-batas seks yang dilegalkan (QS. Al-Mu’minuun 5-7)
Sedang Onani yang dilakukan dengan motif
TASKIINIS SYAHWAH (meredam gejolak nafsu) ulama berbeda pendapat, menurut satu
versi diperbolehkan bila dilakukan sebagai alternatif menghidari dosa yang
lebih besar yakni khawatir zina.
Menurut Imam Ahmad bagaimanapun onani hukumnya
haram karena kekhawatiran zina masih bisa diredam dengan berpuasa atau lewat
mimpi indah (bila sudah full tang akan mbludhak sendiri), sedang menurut Ibnu
‘Abidin dari madzhab Hanafiyyah Istimna’ wajib dilakukan bila memang menjadi
satu-satunya solusi membebaskan diri dari perzinahan
Versi yang melegalkan istimna’ dalam kondisi
kepepet di atas masing-masing mensyaratkan :
• Tidak memiliki lahan syah untuk melampiaskan birahi
• Kondisi birahinya bergejolak
• Dilakukan semata-mata demi meredam bukan meluapkan
gejolak birahi, dan khusus point yang ketiga ini di butuhkan kejujuran hati
seseorang sebagai bukti kesalehan tindakannya (Muhammad Bin Muhammad al-Khodimy-Bariqoh
Mahmudiyyah fii Syarh Thoriqoh Muhammadiyyah wa syar’iyyah nabawiyyah)
Efek Negatif Onani
• Efek Fisik
Tubuhnya kurus, betisnya lemah dan kendor, kedua
matanya cekung dan biru, aura wajahnya pucat, tangannya lemah, badannya gemetar
bila di ajukan pertanyaan, dan menyebabkan organ seksnya lemah
• Efek Psikis
Onani yang menjadi kebiasaan akan mengakibatkan
seseorang cenderung berpemikiran rendah, berwatak dan bernaluri keras,
dunguceroboh, emosional dan suka marah-marah hanya karena masalah sepele, tidak
memiliki prinsip teguh dan suka menyendiri (Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawy, Hikmah
at-Tasyri’ wal falsafatuhu II/290-291)
Sedangkan hukum 'Azl dapat anda lihat di catatan saya,
berikut ana copasin, semoga bermanfaat,
'Azl atau Senggama Terputus (Coitus Interuptus)
Dalam literatur Fiqh istilah 'Azl diartikan
sebagai tindakan suami mencabut penis dalam bersenggama ketika mendekati
ejakulasi dan mengeluarkan sperma diluar rahim agar tidak terjadi pembuahan,
secara hukum setidaknya ada empat pandangan berbeda mensikapi masalah Azl ini :
1. Boleh Secara Mutlak
Pendapat ini dilansir oleh kalangan Syafi'iyyah dengan
berdasarkan hadits Shahih yang diriwayatkan dari Jabir Ra
وَعَنْ
جَابِرٍ – رضي الله عنه – قَالَ : – كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ
اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ , وَلَوْ كَانَ شَيْئًا
يُنْهَى عَنْهُ لَنَهَانَا عَنْهُ اَلْقُرْآنُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ (1) .
وَلِمُسْلِمٍ
: – فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِيَّ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمْ يَنْهَنَا –
(2) .
1. "Kami melakukan Azl dimasa Rasululloh SAW
sementara Alquran turun, jika saja hal itu larangan niscaya alQuran akan
melarang kami melakukannya" (Mutafaq 'Alaih/Sunan Ibnu Maajah Vol 1 Hal
620).
2. “Kami melakukan `azl pada masa Nabi SAW.
Kabar tersebut sampai kepada beliau, tetapi beliau tidak melarangnya”. (HR
Muslim)
Akan tetapi menurut An-Nawawy (Ulama'
Syafiiyyah) dalam Syarh Muslim menegaskan apabila Azl dilakukan demi
menghindari kehamilan hukumnya makruh secara mutlak baik ada kerelaan pihak
istri atau tidak karena tindakan Azl dianggap memutus keturunan.
2. Makruh apabila ada HAJAT
Statement ini dipegang oleh kalangan Hanabilah dengan
dasar beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar, Umar, Ali, Ibnu Umair
dan Ibnu Umair yang membenci Azl karena dapat mengurangi jumlah keturunan yang
dianjurkan syara' Sabda Nabi saw "Menikahlah kalian dan memperbanyak
keturunan".
3. Boleh apabila ada kerelaan Istri
Pendapat ini Statemen dari Imam ahmad berdasarkan
sebuah Hadits dari Umair yang diriwayatkan Ibnu Majah هَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُعْزَلَ عَنْ الْحُرَّةِ
إِلَّا بِإِذْنِهَا.
Dari ‘Umar ibn al-Khattab berkata: "Nabi
melarang perbuatan `azl terhadap wanita merdeka kecuali seizinnya”. (HR Ibnu
Maajah Vol 1 Hal 620)
Perlunya kerelaan dari pihak istri ini
dikarenakan istri memiliki Hak atas anak sehingga dengan tindakan Azl akan
menghilangkan haknya namun apabila istri memberikan memberikan izin hukumnya
tidak makruh.
4. Haram
Pendapat ini dilansir oleh kalangan Dhohiriyyah dengan
tendensi hadits yang diriwayatkan dari Judzamah Ra أن الصحابة
سألوا رسول الله عن العزل فقال : ذلك الوأد الخفي
"Sesungguhnya para shahabat bertanya
tentang Azl, Nabi menjawab hal itu adalah pembunuhan anak dengan samar"
(HR. Muslim)
Referensi : Nihaayah Almuhtaaj Vol 7 Hal 137, Almughny
Ibnu Qudaamah Vol 5 Hal 41.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete